Senin, 07 Mei 2012


INTERFEROMETER MICHAELSON

A.   Latar Belakang
Hingga sekitar pertengahan abad ke-17 fisikawan pada umumnya menganggap bahwa cahaya terdiri atas arus korpuskul dalam jumlah yang sangat besar. Korpuskul-korpuskul ini dikatakan terpancarkan oleh suatu sumber cahaya yang kemudian merambat ke arah luar. Cahaya dapat menembus bahan yang bening tetapi akan memantul dari permukaan yang tidak bening. Jika korpuskul ini memasuki mata, maka indera penglihatan akan terangsang.
Di sekitar tahun 1678 fisikawan Christian Huygens melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa hukum pemantulan dan hukum pembiasan cahaya dapat dijelaskan dengan menggunakan dasar teori gelombang. Meskipun eksperimen ini memperlihatkan dengan cukup jelas bahwa cahaya merupakan sebuah gelombang, sejumlah fisikawan masih tetap menganggap bahwa cahaya terdiri atas korpuskul. Beberapa abad kemudian, tepatnya pada perempat pertama abad ke-19, penelitian Thomas Young dan Augustin Fresnel mengenai interferensi, dan eksperimen pengukuran kecepatan cahaya di dalam zat cair oleh Leon Foucault memperlihatkan secara meyakinkan bahwa terdapat sejumlah fenomena optik yang penjelasannya berdasarkan teori korpuskul tidak memadai. Peristiwa interferensi dalam eksperimen Young, dan fenomena difraksi hanya dapat dijelaskan dengan memuaskan jika cahaya merupakan sebuah gelombang. Bahkan dalam eksperimennya, Young dapat mengukur panjang gelombang cahaya, dan Fresnel membuktikan bahwa cahaya merambat dalam garis lurus. Efek difraksi yang diamati oleh Grimaldi dan beberapa ahli optik lainnya hanya dapat diterangkan berdasarkan sifat-sifat sebuah gelombang.
Kemajuan penting selanjutnya dalam teori cahaya sebagai gelombang adalah hasil yang diperoleh fisikawan James Clerk Maxwell pada tahun 1873 yang memperlihatkan bahwa rangkaian listrik yang berosilasi memancarkan gelombang elektromagnetik. Kecepatan gelombang ini sangat mendekati nilai kecepatan rambatan cahaya yang diperoleh melalui hasil pengukuran. Hasil ini semakin menegaskan bahwa cahaya tidak lain adalah sebuah bentuk gelombang. Karena gelombang dipahami pada masa itu membutuhkan sebuah medium untuk merambat, maka untuk gelombang cahaya dihipotesiskan merambat melalui sebuah medium yang disebut eter.
Hipotesis tentang keberadaan eter ini menarik minat dua orang fisikawan yaitu A. A. Michelson dan Morley. Pada tahun 1887 dengan menggunakan sebuah interferometer yang disebut interferometer Michelson kedua fisikawan ini melakukan eksperimen untuk merumuskan hubungan antara gerak relatif bumi terhadap eter. Secara tidak terduga, eksperimen mereka justru menunjukkan bahwa eter sebagai medium perambatan gelombang cahaya tidak benar sama sekali. 
Dalam eksperimen ini, akan dipelajari tentang prinsip dasar interferometer Michelson. Sebuah alat optis yang telah membuktikan bahwa eter sebagai medium rambat cahaya ternyata tidak terdapat di alam ini. Alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang cahaya yang dihasilkan oleh sebuah sumber cahaya.

B.   Kajian Teori
Interferometer Michelson dibuat pertama kali oleh seorang fisikawan Amerika A. A. Michelson. Secara umum alat ini berfungsi memecah sebuah berkas cahaya menjadi dua bagian kemudian menggabungkan kembali kedua berkas tersebut untuk membentuk sebuah pola interferensi. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang sebuah gelombang.
Diagram skematis interferometer Michelson ditunjukkan seperti pada gambar 2-1. Sebuah berkas cahaya yang berasal dari sumber cahaya monokromatik dipecah menjadi dua buah berkas oleh cermin pemecah berkas M, yang membentuk sudut 45o terhadap arah berkas cahaya. Satu bagian pecahan berkas ditransmisikan secara horizontal ke arah cermin M2, dan satu bagian pecahan berkas yang lainnya dipantulkan secara tegak lurus ke arah cermin M1. Dengan demikian, kedua berkas ini menempuh lintasan yang berbeda L1 dan L2. Setelah masing-masing berkas ini dipantulkan dari M1 dan M2, kedua berkas ini selanjutnya digabungkan kembali di M untuk menghasilkan sebuah pola interferensi, yang dapat diamati oleh teleskop atau dijatuhkan pada sebuah layar.
Kaca pelat P, yang memiliki ketebalan yang sama dengan M, diletakkan pada jalur lintasan berkas cahaya horizontal untuk memastikan bahwa kedua berkas cahaya pantulan melewati kaca dengan ketebalan yang sama.
Syarat terjadinya interferensi untuk kedua berkas cahaya ini ditentukan oleh selisih panjang lintasannya. 
Diagram skema interferometer Michelson
 
Berdasarkan gambar di atas, bayangan dari M2 dihasilkan oleh cermin M di M2’, yang hampir paralel dengan M1. Karena M1 dan M2 tidak tepat paralel satu sama lain, bayangan M2’ membentuk sudut terhadap M1. Dengan demikian, ruang antara M2’ dan M1 ekuivalen dengan sebuah lapisan udara yang berbentuk baji. Ketebalan efektif lapisan udara ini dapat diubah-ubah dengan menggerakkan cermin M1.
Karena berkas cahaya bergerak antara M1 dengan pemecah berkas dua kali, maka menggerakkan M1 sejauh ¼ panjang gelombang menuju pemecah berkas akan mengurangi lintasan optik sebesar ½ kali panjang gelombang. Pada kondisi ini, pola interferensi yang terbentuk sebelumnya akan berubah, jari-jari maksimum menurun dan akan menempati posisi minimal sebelumnya.
Dengan menggerakkan cermin perlahan-lahan sejauh dm dan menghitung N, yaitu banyaknya pola interferensi yang kembali ke kondisi awal, maka panjang gelombang cahaya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:






panjang gelombang = 2dm/N