Asyhari A. Usman
A. Latar Belakang
Perkembangan
ilmu berawal dari para filsuf yang mendiami wilayah pantai dan pulau-pulau
Mediterania Timur, diakhir abad ke-6 dan ke-5 SM. Para filsuf pada jaman itu
hanya dapat dikenal melalui kutipan-kutipan singkat yang dibuat oleh para
pengarang yang hidup belakangan, mungkin setelah ratusan tahun, hal ini dapat
dilihat dari salah satu ungkapan yang disampaikan oleh Thales “ Semuanya adalah
Air” R. Ravertz Jerome dalam buku Filsafat Ilmu yang diterjemahkan oleh Saut
Pasaribun (2009 : 7), Masyhur Thales yang dikenal sebagai filsuf tertua
mengucapkan “Semuanya adalah air,”
yang diikuti dengan cuplikan “dan dunia
penuh dengan dewa-dewa”. Pola
pemikiran ini juga pada akhirnya mengalami pergeseran dari pola pikir yang
bergantung pada dewa-dewa berubah menjadi pola pikir yang bergantung pada
rasio, seiring dengan perjalanan waktu dan berbegai sebab-sebab yang dialami
oleh manusia pada saat itu.
Perubahan pola
pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan
segala gejalahnya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan
dieksplorasi. Perubahan yang sangat mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum
alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik
dialam jagad raya (makro kosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Dari
penelitian alam jagad raya bermunculan ilmu astronomi, kosmologi, fisika,
kimia, dan sebagainya sedangkan dari manusia dari manusia muncul ilmu biologi,
psikologi, sosiologi dan sebagainya (Amsal 2010 : XII).
1
|
Pada penghujung abad ke-5 SM.
Penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai
fenomena akal sehat ketimbang argumen yang benar-benar teknis tentang
pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences); yang baru muncul bersama
Aristoteles. Selain itu, walaupun filsafat ini tumbuh subur dikalangan elit
yang hidup di zaman yang dinamai zaman emas ketika Perikles memerintah Athena,
namun akal sehat (common Sense) pada
jaman itu masih bersifat mistis dan magis, yang dapat dilihat dari daftar
keahlian yang ditulis dalam Dunia Prometheus karya Aeschylus. Di masa-masa
sulit di penghujung abad ke-5 SM, kecurigaan terhadap ketakberagaman di
kalangan para filsuf menguat dan hal itu tersirat dalam penghukuman terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Sokrates dalam Awan-Awan karya Aristophanes (Ravertz 2009 : 9).
Penelusuran
perkembangan filsafat ilmu, sama artinya dengan membicarakan sejarah
perkembangan filsafat ilmu itu sendiri. Kadang-kadang tampak kontradiktif. Hal
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor oleh para subjek, karena subjek pembahasan
yang dipahami sebagai manusia yang berperasaan. Walaupun demikian, pengertian
sjarah perkembangan itu harus diperluas agar mengikuti irama perkembangan yang
berdasarkan pada kondisi yang dialami, baik secara geografis maupun kondisi
sosial kultural yang ada.
Selain itu
perubahan diukur bukan hanya dalam kaitannya dengan perubahan dalam kurun waktu
yang lebih panjang yang selalu terjadi tanpa pemikiran individu. Oleh karena
itu, sejarah dalam kurun waktu yang panjang (langue duree) adalah sejarah
tentang perubahan struktural secara mendasar, tetapi ini hanya bisa diketahui
dalam terang pola yang menjadi wahana untuk menyadari perubahan-perubahan
tersebut.
Ravertz dalam bukunya Filsafat Ilmu yang diterjemahkan oleh Saut Pasaribu,
menegaskan bahwa kesadaran yang terjadi dewasa ini tentang adanya
masalah-masalah moral yang serius didalam ilmu, mengenai kekerasan-kekerasan eksternal
dan paksaan-paksaan pada pengembangannya, dan mengenai bahaya-bahaya dalam
perubahan teknologi yang tak terkendali, menantang para sejarawan untuk
melakukan penilaian kembali secara kritis terhadap keyakinan awal yang
sederhana ini. Ia juga menambahkan bahwa sejarawan segera menyadari bahwa
gagasan ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikannya hanyalah salah satu dari
sekian gagasan, dan itu merupakan prodak dari konteks-konteks yang bersifat
sementara.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa satu sisi ilmu berkembang dengan pesat, di sisi lain,
timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu itu karena
tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas untuk menghambat
implikasi negatif dari ilmu. Berbagai kekhawatiran ini diklaim atas munculnya
berbagai fenomena yang didasari pada fondasi modernisasi dan perkembangan informasi
teknologi. Dorangan atas perubahan tersebut juga merupakan taggung jawab
manusia sebagai subjek dari perubahan itu sendiri.
John Naisbitt (dalam Bakhtiar
Amsal) mengatakan bahwa era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang
ditandai dengan beberapa indikator, yaitu: (1) Masyarakat lebihmenyukai
penyelesaian masalah secara kilat, dari masalah agama sampai masalah gizi. (2)
masyarakat takut dan sekaligus memuja teknologi. (3) Masyarak mengaburkan
perbedaan antara yang nyata dan yang semu. (4) Masyarakat menerima kekerasan
sebagai sesuatu yang wajar. (5) Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk
mainan. (6) Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.
Dengan demikian
perkembangan dunia informasi disatu sisi dan globalisasi disisi yang lain,
tentu sadar atau tidak, suka ataupun tidak, akan membawa implikasi dan dampak pada tatanan nilai, moral dan etika. Nilai,
moral dan etika yang telah dicampakkan dalam perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan pada erah moderen yang menjadikan kita sangat kuwatir akan
kehidupan moral dan etikan manusia saat ini.
PEMBAHASAN
A. Ilmu dalam Peradaban Zaman Kuno dan Abad Pertengahan
1. Ilmu dalam peradaban Yunani
Periode
filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban
manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari
mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir
masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam,
seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa,
tetapi dewa bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat
diperkenalkan fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas
dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Bakhtiar Amsal
(2010 : 21)
Satu
tradisi yang sangat penting terjadi, yakni aliran Pythagorean secara eksplisit menjadi
bersifat religius. Pendiri aliran ini, berusaha menemukan kunci bagi harmoni
universal, baik yang bersifat alamiah maupun sosial, dan personalitas bilangan,
yang dilihat sebagai susunan titik-titik yang terbentuk, adalah bukti yang
penting. Filsuf Eleatis yang muncul agak belakangan, Zeno dan Parmenides,
menggunakan suatu analisis konseptual yang canggih untuk menyokong posisi
filosofis yang menyatakan kesatuan eksistensi yang tak berubah. Ravertz R.
Jerome (2009 : 8).
Orang Yunani
pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales (624-546 SM) dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki. Sebagai
contoh ucapan massyur Thales “Semuanya adalah air dan dunia penuh dengan
dewa-dewa”. Setelah
Thales Anaximandros
(610-540 SM), ia menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak
terbatas, dan meliputi segalanya.
Selain
Thales, Anaximandros, dan Heraklitos juga dikenal filosof-filosof Yunani yang terbesar sperti; Socrates,
Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah
murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”.
Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat
besar pada sejarah filsafat.
Pada
penghujung abad ke-15 SM. Penyelidikan semakin canggih namun masih berupa
penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argumen yang
benar-benar teknis tentang
pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences);
yang baru muncul bersama Aristoteles. Aristoteles adalah guru Alexander Agung
(Kaisar Yunani) yang mana pada masanya mengantarkan Yunani mengalami
perkembangan Budaya yang sangat pesat. Kota-kota besar menjadi tempat
persaingan para sarjana dan teks-teks klasik, dan beberapa di antara mereka
mendirikan pusat-pusat belajar seperti Museum yang terdapat dikota-kota
terencana Alexandria.
Pada
zaman Helenistik (± 323 – 40 SM) perkembangan para flsuf tidak seperti pada
zaman sebelumnya, namun pada zaman ini menghasilkan beberapa matematikawan yang
besar (Euklides, Archimedes, dan Apollonius) dan para astronom (Hipparkhus).
Studi-studi di bidang ilmu kedokteran dan fisiologi juga berkembang , dan
selama periode ini Alkimia Eropa yang berasal dari alkimia yang dikembangkan
oleh alkemisi Mesir, mencoba merasionalisasi perubahan kimiawi dengan
teori-teori Aristoteles. Ravertz R. Jerome (2009 : 8).
2. Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Kebudayaan
Islam paling relevan bagi ilmu Eropa. Bukan sekedar karena dekatnya antara
Islam dengan Judaisme dan Kekristenan, melainkan juga karena adanya kontak
kultural yang aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada
masa-masa yang menentukan. Kontak antara Islam dan Eropa Latin sebagian besar
berlangsung melalui spanyol, dimana orang-orang Kristen dan Yahudi dapat
bertindak sebagai perantara dan penerjemah. Ravertz R. Jerome (2009 : 21)
Pandangan
filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles sangat berpengaruh pada
mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab eklektisisme. Al-Farabi, dalam hal ini,
memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa
tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi
tujuan mereka adalah kebenaran. Bakhtiar Amsal (2010 : 35)
Dalam sejarah Islam kita
mengenal nama-nama seperti Al-Mansur, Al-Ma’mun dan Harun Al-Rasyid yang
memberikan perhatian yang teramat besar bagi perkembangan ilmu di dunia Islam.
Baik pada masa Al-Mansur maupun masa Harun Al-Rasyid ( 786 –809
)upaya penerjemahan buku-buku kuno sangat pesat dilakukan hal ini dapat
dilihat dari perintah Harun Al-Rasyid kepada Yuhanna ( Yahya ) Ibnu Masawayh ( 857
) yang juga merupakan dokter istana untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai
kedokteran. Selain buku-buku kodekteran, juga terdapat buku-buku tentang
astronomi, seperti Siddhanta; sebuah
risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim al-Fajari (806).
Bakhtiar Amsal (2010 : 35).
Selain
tokoh-tokoh diatas, juga terdapat beberapa tokoh lainnya seperti:
a.
Al-Kindi (185 -252 H / 806-873 M)
Ia adalah Abu Yusuf bin Ishak, terkenal sebagai filosof arab: pernah
menjadi Gubernur kufah
pada pemerintahan al-Mahdi dan Harun Ar-rasyid .Dikalangan kaum muslimin ,
orang yang pertama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya adalah Al-kindi, ia
membagi filsafat 3 bagian :(1)Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda (2) al-ilm-ur-riyadli
(matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik, astronomi, dan musik, berhubungan dengan
benda tapi punya wujud sendiri, dan yang tertinggi adalah (3) ilm ur-Rububiyyah (ilmu
ketuhanan)/ tidak berhubungan dengan benda sama sekali. Ahmad hanafi yang dikutip
dalam Liza (2006 : 26)
b. Ibnu Sina 340 H/980 M
Ibnu
Sina, yang di Eropa lebih dikenal dengan nama Avicenna. Filsuf yang memiliki nama lengkap Abu Ali Al Hosain Ibn Abdullah Ibn Sina,
dilahirkan pada tahun 340 H/980 M di Afsyana,
suatu tempat di daerah Bukhara. Di tempat itulah ia menghafal AlQur’an dan mempelajari ilmu-ilmu agama serta
astronomi sampai memasuki tahun kesepuluh
dari kehidupannya. Ilmu kedokteran ia kuasai sebelum usianya mencapai 16 tahun. Sebelum mempelajari ilmu kedokteran, ia
pun mempelajari matematika, fisika, logika,
dan ilmu metafisika.
Karakteristik yang paling mendasar
dari pemikiran Ibnu Sina adalah pencapaian definisi dengan metode pemisahan dan pembedaan konsep secara tegas dan
keras sehingga mampu mengusik
temperamen modern. Ia mengemukakan secara berulang-ulang pada setiap kesempatan tentang pembuktian
pemikirannya dalam hal dualisme tubuh dan akal, doktrin universal, serta teori
tentang esensi dan eksistensi.
Keaslian pemikiran Ibnu Sina rupanya
bukan saja menghadirkan keunikan sekaligus kekaguman dunia Islam abad
pertengahan. Orde dominikian, bahkan masa Teolog Barat memperoleh pengaruh kuat dari pemikirannya. Perumusan
kembali Teologi Katolik Roma yang digagas
Albert Yang Agung dan terutama oleh Thomas Aquinas secara mendasar dipengaruhi
oleh pemikiran Ibnu Sina. Selain itu, penerjemah De Anima, Gundisalvus menulis
De Anima yang sebagian besar isinya merupakan pengambilan besar-besaran doktrin-doktrin Ibnu Sina. Demikian
juga para filsuf dan ilmuwan abad pertengahan
seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon yang menginternalisasi sebagaian besar pemikiran Ibnu Sina.
Kesibukan Ibnu Sina sebagai filsuf,
dokter, sekaligus menteri pada pemerintahan Syamsuddaulah di Hamadzan tidak menghalanginya untuk
menghadirkan karya-karya monumentalnya. Asy-Syifa adalah buku filsafat yang
terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina.
Di dalamnya diulas secara mendalam tentang logika, fisika, matematika, dan metafisika ketuhanan. Naskah-naskahnya telah
tersebar di perpustakaan Barat dan Timur. An-Najat adalah nama yang ia berikan
untuk buku yang meringkas kajian-kajian yang dipaparkan Asy-Syifa. Buku diterbitkan di Roma pada tahun 1593 serta di
Mesir tahun 1331.
Bagian metafisika dan fisika pernah
dicetak dengan cetakan batu di Taheran. Pada tahun 1951 pemerintah Mesir dan Arab
membentuk panitia penyunting ensiklopedi Asy-Syifa di Kairo yang sebagian besar telah
diterbitkan. Pasal keenam dari bagian fisika yang merupakan landasan pembentukan
psikologi modern diterbitkan lembaga keilmuan Cekoslovakia di Praha yang juga
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Bagian logika telah diterbitkan
Kairo pada tahun 1954 dengan nama Al Burhan.
Di bidang kedokteran, ia melahirkan kitab Al Qonun yang
disebut orang-orang Barat sebagai Canon of Medicine. Al Qonun sempat menjadi referensi utama di universitasuniversitas Eropa sampai abad ke-17. Al Qonun juga pernah
diterbitkan di Roma tahun 1593 M dan di India pada tahun 1323 M. Buku terakhir yang paling baik menurut para filsuf dunia adalah Al
Isyarat wat-Tanbihat yang pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892. Terakhir, buku ini diterbitkan di Kairo pada tahun 1947.
Di tengah kesungguhan meramu pemikiran
filsafat Islam yang unik di antara berbagai kesibukannya, Ibnu Sina jatuh sakit, dan pada akhirnya di usia
yang ke-57 beliau wafat di Hamadzan pada tahun 428 H/1037 M. Ahmad hanafi yang dikutip
dalam Liza (2006 : 26)
c.
Ibnu Rusydi (1126 M)
Abul
al Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusydi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusydi atau Averrous,
adalah ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh pada abad ke-12 dan beberapa abad
berikutnya. Ia adalah seorang filosof yang telah berjasa mengintegrasikan Islam dengan
tradisi pemikiran Yunani.
Ibnu Rusydi dilahirkan pada tahun 1126 M di Qurtubah
(Cordoba) dari sebuah keluarga bangsawan terkemuka. Ayahnya adalah seorang ahli
hukum yang cukup berpengaruh di Cordoba. Abad Ke 12 merupakan zaman keemasan
perkembangan pengetahuan islam di bawah kekuasaan Dinasti Abasiah. Berpusat di Andalusia
(spanyol) . Para penguasa muslim
pada masa itu mendukung sekali perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan mereka sering memerintahkan para ilmuwan untuk
menggali kembali warisan intelektual Yunani
yang masih tersisa, sehingga nama-nama ilmuwan besar Yunani seperti Aristoteles, Plato, Phitagoras, ataupun Euclides
dengan karya-karyanya masih tetap terpelihara
sampai sekarang.
Selain sebagai seorang ahli filsafat, ia juga dikenal sebagai
seorang yang ahli dalam bidang kedokteran, sastra, logika, ilmu-ilmu pasti, di
samping sangat menguasai pula pengetahuan keislaman, khususnya dalam tafsir Al Qur’an dan
Hadits ataupun dalam bidang hukum dan fikih. Bahkan karya terbesarnya dalam bidang
kedokteran, yaitu Al Kuliyat Fil-Tibb atau (Hal-Hal yang Umum tentang Ilmu Pengobatan) telah menjadi rujukan utama dalam bidang
kedokteran.
Hal terpenting dari kiprah Ibnu
Rusydi dalam bidang ilmu pengetahuan adalah usahanya untuk menerjemahkan dan melengkapi
karya-karya pemikir Yunani, terutama karya Aristoteles dan Plato, yang mempunyai
pengaruh selama berabad-abad lamanya. Antara tahun 1169-1195, Ibnu Rusydi menulis
satu segi komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti De Organon, De Anima, Phiysica,
Metaphisica, De Partibus Animalia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan
Nichomachean Ethick. Semua komentarnya tergabung dalam sebuah versi Latin melengkapi
karya Aristoteles. Komentar-komentarnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan tradisi
intelektual. Analisanya telah mampu menghadirkan secara lengkap pemikiran Aristoteles.
Ia pun melengkapi
telaahnya dengan menggunanakan komentar-komentar klasik dari Themisius, Alexander of Aphiordisius, al Farabi
dengan Falasifah-nya, dan komentar Ibnu Sina. Komentarnya terhadap percobaan
Aristoteles mengenai ilmu-ilmu alam, memperlihatkan kemampuan luar biasa dalam
menghasilkan sebuah observasi.
d.
Al Ghazali
Filsafat menurutnya dapat diklasifikasikan
dalam 4 bagian :
1. Aritmetik, geometri yang sah dan
dibolehkan
2. Logika yang merupakan bagian dari
teologi
3. Ketuhanan yang mendiskusikan zat dan
sifat-sifat ilahi, yang juga merupakan teologi
4. Fisika yang bisa dibagi dalam 2
bagian: pertama yang terlibat dalam diskusi-diskusi yang bertentangan dengan syariah dan
dengan demikian bahkan tak dapat dianggap sebagai ilmu , bagian lain
mendiskusikan sifat-sifat tubuh, bagian 2 mirip dengan ilmu kedokteran , meskipun yang kedua
lebih baik dari yang pertama, bagian fisika ini kurang berguna, sedang ilmu kedokteran
sangat bermanfaat.
Selanjutnya Al-Ghazali membahas ilmu
yang wajib kifayah (sesuatu yang wajib atas keseluruhan masyarakat selama kewajiban memenuhi
kebutuhan sosial tersebut masih ada, tetapi
setelah kewajiban itu telah dilaksanakan oleh sejumlah individu otomatis yang lain terbebas dari kewajiban itu.
Beliau mengklasifikasikan ilmu kepada
”ilmu agama ” dan ”ilmu non agama” (ulum syar’i), beliau maksudkan kelompok
ilmu yang di ajarkan lewat ajaran-ajaran Nabi dan wahyu, sedangkan yang lain
adalah kelompok non agama. Ilmu non
agama juga diklasifikasikan kepada yang terpuji (mahmud) ,dibolehkan (mubah) dan tercela (madzmum)
Al-Ghazali memasukkan sejarah ke
dalam kategori ilmu-ilmu mubah, sihir kategori ilmu yang tercela, ilmu terpuji yang
penting didalam kehidupan sehari-hari termasuk wajib kifayah, lebih dari itu hanya memberi
manfaat tambahan kepada mereka yang mempelajarinya, ilmu tentang obat, matematika, kerajinan yang
diperlukan oleh masyarakat, ada dalam kategori fardhu kifayah , Penyelidikan
dalam kedokteran atau matematika dimasukan pada ketegori bermanfaat untuk orang yang
mempelajarinya, tanpa
keharusan mempelajarinya.
1.
Ilmu Dalam
Peradaban Romawi
Menjelang berakhirnya periode pra-Kristen, kekaisaran Romawi
mencapai dominasi atas seluruh dunia Mediterania. Romawi memunculkan paradoks
bagi para sejarawan ilmu. Peradaban ini begitu canggih dan nyata-nyata modern dalam
politik dan personalitasnya, begitu gemar mempelajari disiplin hukum, sangat
progresif dalam teknologi-teknologi perang negara dan kesehatan publik, dengan
akses langsung kepada kumpulan karya-karya ilmu Yunani, namun gagal
menghasilkan ilmuan seorang pun. Memang ada dua ilmuan yang sangat besar yang
hidup selama pemerintahan Marcus Aurelius pada abad kedua masehi, namun
keduanya adalah bangsa Yunani. Galen dari Pergamon, mensintesiskan dan
memajukan studi kedokteran, anatomi dan fisiologi. Ptolameus dari Alexandria,
membawa astronomi matematis yang mendekati kesempurnaan klasik dan juga mencoba
membawa pendekatan matematis dan ilmiah menuju ilmu sosial empiris yang paling
awal, serta prediksi astrologis. Di satu sisi, orang Romawi sendiri menganggap ilmu
sebagai hal yang cocok hanya untuk spekulasi yang bersifat sementara ( casual
speculatif ). Di sisi lain, ilmu dianggap cocok hanya untuk teknik-teknik
praktis. Jerome ( 2009 : 14 )
Ada dua aliran terkemuka pada masa Romawi, yakni Stosisme dan Epikureanisme
dan amanat yang ditawarkan keduanya untuk menjadi manusia bijaksana, yaitu
mengagungkan pengunduran diri (
resignation ) dan mengajarkan kebahagiaan. Walaupun demikian, aliran
Epikureanisme mampu menghasilkan sebuah maha karya ilmu yang spekulatif, De rerum natura (Tentang Hakekat
Benda-benda), karya Lukretius. Jerome ( 2009 : 15 )
Amsal dalam bukunya Filsafat Ilmu, menuturkan era sejarah yang
penuh dengan kemajuan dan perubahan di Roma yang mengandung arti bagi perkembangan
ilmu dikenal dengan masa Renaisans. Zaman dimana reformasi gereja Katolik Roma,
bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan
penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius
serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (± 1440 M) dan ditemukannya
benua baru (1492 M)oleh Colombus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih
kemajuan ilmu.
Buku-buku yang dicetak di abad ke-16 (dalam salinan moderennya)
memberikan suatu sumber bukti yang layak untuk suatu bangunan ilmu. Pada
permulaan abad ini pengetahuan masih belum berkembang dan sangat tergantung
kepada ringkasan-ringkasan kacau dari zaman kuno dan sumber-sumber berbahasa
Arab. Menjelang pertengahan abad ini muncul berbagai karya yang mengungguli
orang-orang terbaik dari para pendahulunya. Di bidang astronomi ada De revolutionibus (1543) karya Polish
Nicholaus Copernikus, sebuah maha karya teknis dan juga suatu telaah
revoluioner di bidang kosmologi. Di bidang anatomi, Andreas Vesalius seorang
bangsa Belgia menciptakan pendekatan baru kepada penelitian anatomis dan
mengajarkannya dalam buku De fabrica
(1543). Di bidang matematika, Gerolamo Cardano, seorang bangsa Italia,
mengembangkan Aljabar (memberikan solusi umum atas persamaan kubik) dalam
karyanya Ars magna (1545). Jerome ( 2009 : 15 )
Selain Copernikus, Andreas Vesalius dan Gerolamo Cardano juga terdapat
beberapa tokoh lainnya seperti, Tycho Brahe (1546-1601), Johannes Keplerr
(1571-1630), Galileo (1546-1642), Napier (1550-1617), Desarque (1593-1662)
serta tokoh-tokoh yang lainnya.
Ilmu di Zaman Revolusi
Menjelang abad ke-18, mulailah revolusi industri yang mentransformasikan
Eropa dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkotaan; pada akhir abad
inilah terjadi Revolusi Prancis, saat mana ide-ide politik moderen dipraktekkan
untuk pertama kali. Aktivitas ilmu mengalami perubahan-perubahan yang serupa.
Pada masa ini pula fondasi-fondasi sosial dan kelembagaan menantikan matangnya
ilmu di abad ke-19.
Salah satu tokoh yang cukup spektakuler dan oleh penulis buku 100 tokoh
berpengaruh dunia menempatkan dia pada posisi ke-2 sesudah Nabi Muhammad, yakni
Newton. Newton merupakan seorang pimpinan tempat pembuatan uang loga di
kerajaan Inggris, ia tetap menekuni dalam bidang ilmu. Lahirnya teori grafitas,
perhitungan kalkulus dan optika merupakan karya besar Newton. Teori grafitasi
Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti
pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan
matahari ada yang saling tarik menarik. Persangkaan tersebut kemudian dijadikan
Newton sebagai titik tolak untuk spekulasi dan perhitungan-perhitungan. Selain
gravitasi newton juga menelusuri bidang Calkulus dan Optika. Amsal (2010 : 58)
Sebagaimana dalam revolusi
Prancis, pada waktu yang sama, Filsafat Alam (Naturphilosophie) tumbuh subur di Jerman. Para penggemarnya,
dipandu oleh penyair Goethe dan filsuf Schelling, mencela kekeringan dan
ke-takberperasaannya ilmu matematis dan eksperimental tradisi Newtonia. Di
inggris, pengaruh-pengaruh Naturphilosophie
sebagian besar terlihat dengan jelas pada penyair-penyair Romantik. Pada
akhirnya Naturphilosophie menjadi
suatu pemikiran ortodoksi melalui para profesor universitas. Para pendiri ilmu
eksperimental di Jerman pada tahun 1830-an dan 1840-an merasa jalannya dirintangi
oleh mereka dan terjadilah pertarungan-pertarungan sengit. Walaupun para ilmuan
menang, namun selama beberapa generasi mereka selalu dihantui oleh hantu Naturphilosophie, dan mereka bereaksi dengan mengekang semua
tendensi-tendensi spekulatif yang paling keras, memperkuat sifat kering dan
gaya tak manusiawi ilmu yang dipandang oleh para penyair dengan perasaan jijik.
Jerome ( 2009 : 58-60 ).
Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya
corak keseluruhan filsafat modern itu
mengambil warna pemikiran filsafat sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada
Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya adalah rasionalisme, idealisme,
dan empirisme. Dan paham-paham yang merupakan pecahan dari aliran itu. Untuk
memberikan fokus bahasan pada sub pokok ini saya mencoba untuk melakukan
pendekatan beberapa tokoh pemikir filsafat strukturalisme dan Postmodernitas.
a.
Biografi
singkat filsuf Strukturalisme Awal
1) Gaston
Bachelard
Gaston Bachelard seorang ahli epistimologi, ahli
filsafat, dan teoritis tentang imajinasi. Gaston Bachelard dilahirkan pada
tahun 1884 di Bar-sur-Aube Prancis. Meninggal di Paris pada tahun 1962. Gaston
Bachelard mengawali karirnya di Jawatan Pos (1903-1913), kemudian menjadi
seorang guru besar fisika di College de Bar-sur-Aube dari tahun 1903. Pada usia
35 tahun Gaston Bachelard melanjutkan studinya dalam bidang filsafat dan
berhasil memperoleh agregation pada
tahun 1922 dan pada tahun 1928 ia menerbitkan tesis doktoralnya Essai sur la connaaisance approchee
(Esai tentang Pengetahuan Pendekatan) yang dipertahankan pada tahun 1927 dan
tesis pelengkapnya yang berjudul Etude sur l’evaluation d’un probleme physique,
La propagation thermique dans le solides (Telaah Evolusi suatu masalah dalam
Fisika : Hantaran Panas dalam Bednda Padat), dengan kemampuan yang dimilikinya,
Gaston Bachelard akhirnya diberi tugas untuk menangani masalah sejarah filsafat
ilmu di Sorbonne sampai tahun 1954.
2) Mikhail
Bakhtin
Mikhail Bakhtin lahir pada bulan
November 1895 dan ia belajar tentang sastra klasik dan filologi di Universitas
Petrograd pada tahun 1918. Karena alasan-alasan yang bersifat politis Ia menjadi profesor di
sekolah Guru Negeri di daerah Mordovia pada tahun (1936-1961). Tahun 1960-an,
Bakhtian sudah menjadi seorang tokoh pujaan Rusia, karyanya tentang
Dostoyeveski yang dibuat pada tahun 1929 ditemukannya kembali dan bukunya
tentang Rabelais_ pada awalnya dibuat sebagai tesis doktor pada tahun 1940-an
untuk pertama kali diterbitkan di Uni Soviet pada tahun 1965. Tahun 1970-an
Bakhtin mengerjakan sejumlah proyek salah satunya tentang landasan filosofis
dari ilmu-ilmu humaniora yang tidak terselesaikan sampai Ia meninggal pada
bulan Maret 1975
3)
Jean
Cavailles
Jean Cavailles lahir pada tahun 1903. Pada tahun
1927 Jean Cavailles berhasil menyelesaikan Agregation dalam bidang filsafat dan pada tahun 1929 Ia
menghadiri kuliah-kuliah Husserl tentang
Deskartes di Universitas Sorbonne. Pada tahun 1930-an Jean Cavailles
berkesempatan belajar pada sejumlah universitas di Jerman, termasuk di
Universitas Freiburg dan bertemu dengan Husserl pada tahun 1931. Setelah
mengajar pada sebuah Lycee di Amiens. Cavailles di angkat menjadi dosen mata
kuliah logika dan filsafat umum di fakultas sastra Universitas Starsbourg. Di
tempat inilah ia menyelesaikan tesis Doktornya dalam bidang matematika tentang
metode aksiomatik dan formalisme, dengan tesis minor tentang teori himpunan.
Pada tahun 1939 Cavailles diikutsertakan dalam mobilisasi pertaman sebagai
perwira corps france (pasukan
nonreguler) dan kemudian sebagai perwira sandi. Saat ditangkap pada bulan Juni
1940. Tahun 1942, Cavailles di tangkap polisi Prancis karena ikut terlibat
sebagai pendiri Resistance, Liberation
–sud dan kemudian dimasukkan kedalam tahanan. Selama masa tahanan di
Perancis Selatan, Cavailles menulis karya Sur
la logikue yang kemudian menjadi karya filosofis utamanya
1) Sigmund Freud
Freud lahir pada tahun 1856 di
Freiburg. Ketika Freud berusia 4 tahun, keluarganya pindah ke Wina tempat Freud
hidup dan bekerja sampai tahun 1938, sampai saat ia melarikan diri ke Inggris
setelah terjadinya Anschluss. Pada tahun 1881 Freud mendapatkan gelar doktornya dari
universitas Wina, dan pada tahun 1885 memenangkan beasiswa untuk melanjutkan
studi di Paris. Disana Freud belajar dibawah pengawasan Jean Martin Charcot di
Salpetriere. Setelah Freud kembali ke-Wina pada tahun 1886, ia membuka praktek
sebagai dokter, dan akhirnya ia meninggal di London pada tahun 1939. Salah satu
karya Freud adalah The Interpretation of
Dreams yang mengulas tentang analisis diri.
|