Oleh :
Asyhari A. Usman
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari kita banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan
gejalah belajar, dalam arti mustahillah dapat melakukan kegiatan itu, kalau
tidak belajar terlebih dahulu, Winken dalam Abdi (2009:
11) menyatakan, bahwa terlalu banyak hal yang kita lakukan jika ingin sebutkan
satu-persatu, namun secara spontannitas kegiatan yang dilakukan adalah bagian dari
belajar.
Menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Sejalan dengan itu, Slameto (1990:2) menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Kimble
dalam Hergenhahn dan Olson (2010 : 2), mendefinisikan belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral)
yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice (praktek yang diperkuat). Menurut Syah (2003:68 )
menyatakan bahwa belajar sebagai tahap perubahan seluruh tingkah laku individu
yang relative menetap sebagai hasil pembelajaran dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2 ) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.
Morgan
dalam porwanto (1994:40), menyebutkan bahwa belajar adalah setiap perubahan
yang menetap dalam tingka laku yang terjadi
dari hasil pengalaman dan latihan.
Pengertian belajar lebih menekankan pada kegiatan mental psikologi sehingga
perubahan yang terjadi bersifat relatif parmanen. Belajar adalah suatu proses
di mana seseorang mengangkat
perubahan tingka laku sebagai hasil belajar dan latihan. Dalam defenisi
tersebut mengendung pengertian bahwa faktor latihan memegang peranan penting
dalam perubahan tingka laku.
Pendapat serupa
dikemukakan oleh Winataputra (2000:24 ) Belajar adalah proses mental dan
emosional atau proses berpikir
dan merasakan.
Seseorang dikatakan belajar apabilah pikiran dan perasaannya aktif. Aktifitas pikiran dan perasaan itu
sendiri tidak dapat diawali oleh orang lain, akan tetapi terasa oleh yang
bersangkutan ( organ
yang sedang belajar itu ). Kemudian belajar yang dikemukakan oleh Anurrahman
(2009:33 ) merupakan kegiatan penting bagi semua orang, termasuk didalamnya
belajar bagaimanan seharusnya belajar.
Sedangkan menurut Mujiono dan Dimyati ( 2002:18 ) belajar merupakan proses
internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif,
afektif dan psikomotor. Selanjutnya, Ahmadi (2002:279) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuham
atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku atau berkat pengalaman dan latihan.
Dalam
belajar diperlukan kesiapan intelektual. Kesiapan intelektual disini mencangkup
belajar itu dilakukan melalui tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kesiapan
intelektual anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne dalam Hudoyo (1998:25)
bahwa belajar itu melalui tahapan dan jenjang latihan. Dan tahapan-tahapan
tersebut selalu berkaitan satu dengan yang lain. Di jelaskan pula bahwa tahapan
belajar yang lebih tinggi didasarkan pada tahapan belajar yang lebih rendah.
Proses belajar mengajar merupakan ranngkaian kegiatan
komunikasi antara manusia yakni orang yang belajar (siswa) dan orang yang
mengajar (guru). Komunikasi antara siswa dan guru dipengaruhi oleh objek
lainnya. Roestiyah (1994:39) menyatakan bahwa komponen-komponen itu antara
lain: tujuan belajar, materi pelajaran, metode mengajar, sumber belajar, media
untuk belajar, manajemen interaksi belajar mengajar, evaluasi belajar, anak
yang belajar, guru yang mengajar dan pengembangan dalam proses belajar.
PEMBAHASAN
Kegiatan pembelajaran dikelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan
yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan
sumber belajar, serta penggunaan metode dan strategi pembelajaran. Namun
kesemunya itu juga akan terwujud apabila partisipasi dari berbagai aspek juga
didukung, terutama tingkat keragaman peserta didik yang dapat dibilang cukup
heterogen. Implementasi sifat heterogen tersebut juga dipengaruhi oleh
kemampuan daya serap informasi yang diterima oleh peserta didik. Satu hal yang
menarik tingkat keragaman dan cara menerima informasi, mesti menjadi tolak ukur
dalam mentrasfer pengetahuan.
Sejalan dengan tingkat keragaman dalam bejar, mendorong banyak kalangan
untuk mempelajari berbagai bentuk kemampuan manusia untuk menyerap suatu
informasi. Hal ini yang kemudian menyebabkan bermunculan berbagai teori belajar
berdasarkan kondisi yang dipahami oleh sipemikir tersebut. Dalam upaya
menghindari kesalahan penafsiran dan mencari khasana informasi dan pengetahuan
tentang teori belajar guna menyiapkan tenaga pendidik yang lebih profesional.
A. Teori-Teori Belajar
1. Teori-Teori Fungsionalistik Dominan
a. Mengenal Identitas Teori Fungsionalistik
Paradigma teori fungsianalitik adalah mencerminkan
pengaruh dari Darwinisme, karena ia menekankan pada hubungan antara belajar
dengan penyesuaian diri dengan lingkungan. Tokoh yang paling dikenal dalam
teori fungsionalistik adalah Thorndike yang merumuskan teorinya tentang kaidah
efek. Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error learning (belajar dengan
ujicoba), atau yang disebutnya sebagai selecting and connecting (pemilihan dan
pengaitan).
Hergenhahn dan Olson dalam buku Theories of Learning
menyebutkan bahwa Thorndike mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan
solusi sebagai fungsi percobaan seksesif, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar
bersifat incremental
(inkremental/bertahap), bukan insightful
(langsung ke pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dengan
langkah-langkah kecil yang sistematis bukan langsung melompat ke pengertian
mendalam.
b. Penjajakan Paradigma Tokoh Fungsionalistik
1) Edwar Lee Thorndike
Edwar Lee Thorndike lahir di Williamsburg pada tahun
1874. Thorndike mengatakan belum pernah mendengar atau melihat kata psikologi
sampai dia masuk Wesleyan University. Pada saat itu dia membaca karya William
James, Principles of Psychology
(1890), dan amat tertarik dengannya. Selanjutnya Thorndike masuk Harvard dan
mengikuti pelajaran James. Pendidikan Thorndike tidak kemudian berhenti disini,
namun dengan bermodalkan beasiswa yang dia peroleh, kemudian melanjutkan di
Columbia di bawah bimbingan James McKeen Cattell.
Riset yang dilakukan Thorndike menggunakan ayam sampai
terakhir kucing. Dari hasil risetnya Thorndike kemudian meringkasnya dalam
disertasi doktornya, yang berjudul “ Animal Intellegence : An Experimental
Study of the Associative Process in Animals,” yang dipublikasikannya pada tahun
1898 dan kemudian kembangkan dan dipublikasikan kembali dalam bentuk buku
berjudul Animal Intellegence (1911). Ide dasar yang dikemukakan dalam dokumen
ini mendasari semua tulisan Thorndike dan hampir semua teori belajar.
Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi memberikan gambaran
tentang eksperimen Thorndike adalah pengembangan dari kaida efek, yang
menyatakan bahwa apabila tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam
lingkungan tersebut, kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang
sama akan meningkat. Namun apabila perilaku diikuti oleh perubahan yang tidak
akan diulangi akan menurun. Dengan demikian, Thorndike memperlihatkan bahwa
konsekuensi perilaku seseorang saat ini memainkan peran yang sangat penting
dalam menentukan perilaku seseorang pada masa mendatang.
2) Burrhus Frederic Skinner
Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) lahir di
Susquehanna, Pennsylvania. Dia meraih gelar master pada 1930 dan Ph.D pada 1931
dari Harvard University. Gelar B.A. diperoleh dari Hamilton College, New York, dimana
dia mengambil jurusan Sastra Inggris. Tahun 1936 dan 1945, Skinner mengajar
Psikologi di University of Minnesota dan menghasilkan salah satu bukunya yang
berjudul, The Behavior of Organisme
(1938).
Karya Skinner terfokus pada penempatan subjek dalam
situasi yang dikendalikan dan pada pengamatan perubahan perilaku mereka yang
dihasilkan oleh perubahan sistematis konsekuensi perilaku mereka. Skinner
terkenal karena dia mengembangkan dan menggunakan alat yang lazim disebut
sebagai kotak Skinner. Kotak Skinner berisi alat yang sangat sederhana untuk
mempelajari perilaku binatang, biasanya tikus dan merpati. Robert E. Slavin (
2008 : 183)
Skinner membedakan dua jenis perilaku : respondent behavior (perilaku responden)
yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenali, dan operant behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh
stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme. Respons yang
tidak terkondisikan (bersyarat) atau unconditioned
response adalah contoh dari perilaku responden karena respons ini
ditimbulkan oleh stimuli yang tak terkondisikan. Hergenhann dan Olson (2010 :
84).
Kaitannya dengan belajar Skinner mengatakan bahwa
belajar akan berlangsung sangat efektif apabila : (1) informasi yang akan
dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajar segera diberi umpan balik
(feedback) mengenai akurasi
pembelajaran mereka (yakni setelah belajar mereka segera diberi tahu apakah
mereka sudah memahami informasi dengan benar atau tidak. Dan (3) pembelajar
mampu belajar dengan caranya sendiri. Hergenhann dan Olson (2010 : 127-128).
3) Clark Leonard Hull
Clark Leonard Hull (1884-1952) meraih gelar Ph.D dari
University of Wiskonsin tahun 1918, Hull mengajar di Wiskonsin pada tahun 1916
sampai 1929. Pada tahun 1929 dia pindah ke Yale dan tetap disana sampai
meninggal. Perhatian pertama Hull adalah tes bakat atau kecakapan. Dia
mengumpulkan materi tentang tes bakat saat mengajar topik itu di University of
Wiskonsin, dan dia mempublikasikan buku berjudul Aptitude Testing tahun 1928. Perhatian kedua Hull adalah hipnosis,
dan setelah mempelajari proses hipnotik, dia menulis buku berjudul Hypnosis and Suggestibility (1933).
Perhatian ketiganya adalah studi proses belajar. Buku utama pertama Hull
mengenai belajar, Principles of Behavior
(1943)
Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema
yang logis mirip seperti geometri Euclid. Postulat-postulat itu adalah
pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung,
meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji. Dalam
teorinya tahun 1943, Hull membahas besaran penguatan sebagai variabel belajar:
semakin besar jumlah penguatan, semakin besar jumlah reduksi dorongan, dan
karenanya semakin besar peningkatan dalam sHR. teori Hull
membahas sejumlah fenomena behavioral dan kognitif. Cakupan teorinya yang
dipadukan dengan definisi variabelnya yang detail, mengundang banyak penelitian
empiris. Hergenhann dan Olson (2010 : 142 dan 157).
2. Teori-Teori Asosiasionistik Dominan
a. Pengenalan Awal Teori Asosiasionistik
Teori asosianistik mempelajari proses belajar dalam
term hukum asosiasi. Paradigma ini berasal dari Aristoteles dan dipertahankan
serta dielaborasi oleh Locke, Berkeley, dan Hume. Untuk memahami monumendasar
pemikiran tentang belajar dari Aristoteles, sebagaimana digambarkan oleh
Hergenhann dan Olson dalam buku Theories
of Learning, “Aristoteles menganggap informasi indrawi adalah basis dari
semua pengetahuan. Dengan sikapnya yang bersifat empiris, Aristoteles menyusun
banyak fakta tentang fenomena fisik dan biologi. Tetapi nalar tidak diabaikan
oleh Aristoteles. Dia menganggap bahwa kesan indra adalah awal dari
pengetahuan_pikiran kemudian harus merenungi kesan ini untuk menemukan
hukum-hukum yang ada didalamnya.
Aristoteles merumuskan laws of association (hukum asosiasi). Dia mengatakan bahwa
pengalaman atau ingatan akan satu objek cenderung menimbulkan ingatan akan
hal-hal yang serupa dengan objek itu (hukum kesamaan), ingatan akan hal-hal
yang berlawanan (hukum kontras) atau ingatan tentang hal-hal yang pada awalnya
dialami bersama dengan objek tersebut (hukum kontiguitas). Aristoteles juga
mengemukakan bahwa semakin sering dua hal dialami bersama, semakin besar
kemungkinan bahwa ingatan akal hal yang satu akan menimbulkan ingatan akan hal
yang satunya lagi.
Kaitan dengan pengaruh besar Aristoteles terhadap teori
belajar, Waimer (1973 dalam Hergenhann dan Olson menulis,
Jika direnungkan….. doktrin
Aristoteles berada di jantung pemikiran kontemporer dalam bidang epistimologi
dan psikologi belajar. Sentralitas asosianisme sebagai mekanisme pikiran juga
dikenal luas sehingga hampir seluruh teori belajar abad ini didasarkan pada
penjelasannya tentang prinsip asosiatif. (h. 34)
Salah satu prinsip penting dari asosiasi adalah hukum
frekuensi, yang menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum frekwensi menyatakan
bahwa semakin sering suatu pengalaman terjadi, semakin mudah pengalaman itu
diingat atau dilakukan lagi. Dengan kata lain memori mendapat kekuatan melalui
repetisi. Hergenhann dan Olson (2010 : 44).
b. Penjajakan Paradigma Tokoh Asosiasionistik
1) Ivan Petrovich Pavlov
Pavlov lahir di Rusia pada tahun 1849 dan meninggal
pada tahun 1936. Pavlov pada mulanya belajar untuk menjadi pendeta, namun
kemudian berubah pikiran dan berkonsentrasi untuk mempelajari fisiologi hingga
menghantarkan Pavlov untuk meraih hadia Nobel pada tahun 1904. Pada tahun 1941
bukunya yang berjudul Conditioned
Reflexes and Psycbiatry diterbitkan.
ber Hergenhann dan Olson dalam buku Theories of
Learning mengutip pernyataan Pavlov sebagai berikut;
Apakah ada dasar …. Untuk membedakan antara apa yang
disebut oleh fisiologi sebagai koneksi temporer dengan apa yang oleh psikologi
disebut asosiasi? Keduanya sama; keduanya berpadu dan saling menyerap. Psikolog
tampaknya mengakui hal ini sebab mereka (setidaknya sebagian dari mereka) telah
menyatakan bahwa eksperimen dengan refleks yang dikondisikan telah menghasilkan
dasar yang kukuh untuk psikologi asosiatif, yakni psikologi yang menganggap
asosiasi sebagai basis dari aktivitas psikis (h. 195).
Fungsi penguatan berbeda untuk pengkondisian klasik dan instrumental.
Untuk pengkondisian instrumental, penguatan dihadirkan kepada hewan setelah
respons dibuat.
2) Edwin Ray Guthrie
Edwin Ray Guthrie lahir tahun 1886 dan meninggal tahun
1959. Ray Guthrie adalah profesor psikologi di University of Washington pada
tahun 1914 sampai pensiun pada tahu 1956. Karya dasar Ray Guthrie adalah The Psychology of Learning, yang
dipublikasikan tahun 1935 dan direvisi tahun 1952. Ray Guthrie sesungguhnya
bukan tokoh eksperimentalis namun dia memiliki pandangan dan orientasi yang
eksperimental. Ray Guthrie hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan
teori belajar bersama Horton. Tetapi dia jelas seorang behavioris. Dia bahkan
menganggap teoritis seperti Thordike, Skinner, Hull, Pavlov, dan Watson masih
sangat subjektif dan dengan menerapkan hukum parsimoni secara hati-hati akan
dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan satu
prinsip (Hukum Asosiasi Aristoteles). Karena alasan inilah kami menempatkan
teori behavioristik Ray Guthrie dalam paradigma asosiasionistik. Hergenhann dan
Olson (2010 : 225-226)
Ray Guthrie (1952) berpendapat bahwa kaidah yang
dikemukakan oleh para teoritis seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu
ruwet dan tak perlu, dan sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hukum
belajar, law of contiguity (hukum
kontiguitas), yang dinyatakan sebagai berikut “gelombang konfirmasi” atau
penguatan melakukan atau efek menyenangkan” hal ini bisa di bilang hukum
kontiguitas adalah jika Anda melakukan sesuatu dalam situasi tertentu, pada
waktu lain saat anda dalam situasi itu Anda cenderung akan melakukan hal yang
sama. Hergenhann dan Olson (2010 : 226)
3) Wiliam Kaye Estes
Wiliam Kaye Estes lahir tahun 1919, Estes mengawali
karir profesionalnya di University of Indiana. Dia pindah ke Stanford
University dan kemudian ke Rockefeller University, dan mengahiri karirnya di
Harvard dimana dia mendapat gelar profesor emeritus. Tahun 1997 Estes
dianugrahi Medal of Science, yang merupakan penghargaan tertinggi yang
diberikan oleh National Science Foundation. Penghargaan ini diberikan berkat
jasannya “bagi teori kognisi dan belajar fundamental yang mengubah bidang psikologi
eksperimental dan memicu perkembangan ilmu kognitif kuantitatif.
Dari sekian eksperimen yang dilakun, Estes berpendapat
bahwa elemn stimulus yang dijadikan sampel pada satu percobaan tertentu
dikondisikan dengan cara all-or-none;
namun karena hanya ada sedikit yang dijadikan sampel pada satu percobaan,
belajar berlangsung secara inkremental atau gradual. Probabilitas munculnya
respon A1 berubah secara gradual dari satu percobaan ke percobaan
selanjutnya dan jika jumlah total elemen stimulus yang ada dalam eksperimen
cukup banyak, sifay all-or-none tidak
dapat dideteksi. Hergenhann dan Olson (2010 : 259)
Estes memandang teori sampling stimulus (SST) sebagai perluasan matematis dari teori
transfer elemen identik Thorndike. Yakni, teori itu dikembangkan untuk membuat prediksi
yang tepat tentang transfer training dari satu situasi ke-situasi yang lain,
berdasarkan elemen-elemen stimulus yang sama untuk keduanya. Dalam SST, belajar
terjadi dengan cara sekaligus atau tidak sama sekali (all-or-none) dan hanya dibutuhkan kontiguitas antara stimulus dan
respons tertentu. Hergenhann dan Olson (2010 : 265)
1.
Teori-Teori
Kognitif Dominan
a. Pengenalan Awal Teori Kognitif
Penekanan
utama dari teori kognitif adalah sifat kognitif dari belajar. Paradigma
kognitif berasal dari Plato dan sampai sekarang melalui Deskartes, Kant dan
para psikologi fakultas. Pada dasarnya teori kognitif dominan adalah
implementasi teori belajar dari aliran Gestalt. Sebagaiman yang disampaikan
oleh Hergenhann dan Olson “ belajar menurut Gestalt adalah
fenomena kognitif. Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan problem.
Pembelajar memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan
menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke
cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme
mendapatkan wawasan (insigt) tentang
solusi problem. Problem hanya dapat eksis hanya dalam dua keadaan : terpecahkan
atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial diantara dua keadaan
itu. Gestaltis percaya bahwa solusi itu didapatkan atau tidak sama sekali;
belajar menurut mereka adalah bersifat diskontinu.
Gestalt adalah kata Jerman
yang berarti Pola atau konfigurasi. Aliran ini berpendapat bahwa kita mengalami
dunia secara menyeluruh dan bermakna. Kita tidak melihat stimulus yang
terpisah-pisah namun stimulus itu dikelompokkan bersama (diorganisasikan) ke
dalam satu konfigurasi yang bermakna. Perhatian utama psikologi Gestalt adalah
pada fenome perseptual.
b. Jejak Paradigma tokoh kognitif
1. Max Wertheimer
Max Wertheimer (1880-1943) dianggap sebagai pendiri
psikologi Gestaalt, sejak awal dia sudah bekerja sama dengan dua orang yang
dianggap juga sebagai bapak pendiri, yakni Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt
Koffka (1886-1941). Kohler dan Koffka berpartisipasi dalam eksperimen pertama
yang dilakukan oleh Wertheimer. Meskipun ketiganya memberi konstribusi
sendiri-sendiri.
Pemikiran awal Gestalt dimulai dari pengalaman
Wertheimer ketika disatu perjalanan ke Rhineland yang menggunakan jasa kereta
api. Dia mendapat gagasan bahwa jika dua cahaya berkedip-kedip (hidup dan mati)
pada tingkat tertentu, cahaya itu akan memberi kesan bagi pengamatnya bahwa
satu cahaya itu akan bergerak maju dan mundur. Wertheimer memperdalam
gagasannya yang muncul dengan menyimpulkan bahwa jika mata melihat stimuli dengan
cara tertentu, penglihatan itu akan memberi ilusi gerakan (Phi phenomenon). Kata Phi
phenomenon mengandung pengertian fenomena ini berbeda dari elemen yang
menyebabkannya.
2. Kurt Lewin
Kurt Lewin (1890-1947), salah satu tokoh psikologi
Gestalt awal, mengembangkan teori motivasi berdasarkan teori medan. Lewin
mengatakan bahwa perilaku manusia pada waktu tertentu ditentukan oleh jumlah
total dari fakta psikologis pada waktu tertentu. Menurutnya faktor psikologis
adalah segala sesuatu yang disadari manusia, seperti rasa lapar, ingatan masa
lalumemiliki sejumlah uang berada ditempat tertentu atau didepan orang. Live space (ruang kehidupan) seseorang
adalah jumlah total dari semua fakta psikologis. Beberapa fakta ini akan
menimbulkan pengaruh positif pada perilaku seseorang, dan sebagian lainnya
menimbulkan efek negatif. Totalitas dari kejadian itulah yang akan menentukan
perilaku seseorang pada waktu tertentu.
3. Wolfgang Kohler
Karya paling tentang belajar oleh anggota aliran
Gestalt adalah karya Kohler antara 1913 dan 1917 di University of Berlin
Anthropoid Station di Tenerife, salah satu kepulauan Canary. Kohler (1925)
meringkas temuannya dalam The Mentality
of Apes, saat di Tenerife dia juga mempelajari kemampuan pemecahan masalah
yang dimiliki ayam, meskipun karya ini jarang disebut.
Untuk menguji gagasan tentang belajar, Kohler
menggunakan sejumlah eksperimen kreatif. Satu percobaan adalah problem
memecahkan jalan memutar di mana hewan dapat melihat tujuannya dengan jelas
tetapi tidak bisa mencapainya secara langsung. Hewan itu harus berjalan memutar
dan mengambil jalur lain untuk mendapatkan objek yang diinginkannya.
2.
Teori
Neurofisiologis Dominan
a.
Gmbaran Dasar
Teori Neurofisiologi
Teori neurofisiologi berusaha
mengisolasi korelasi neorofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi,
pemikiran dan kecerdasan. Paradigma ini merepresentasikan manifestasi rangkaian
penelitian yang diawali dengan pemisahan tubuh dan pikiran oleh Deskartes.
Tetapi tujuan neurofisiologis saat ini adalah manyatukan kembali proses
fisiologis dan mental. Hergenhann dan Olson mencoba
menggabrakan, bagaimana dan seperti apa Deskartes berpikir tentang
belajar.
Rene
deskartes berusaha mengkaji semua penelitian filsafat dengan sikap ragu. “saya
bisa meragukan segalanya,” katanya, kecuali satu hal, yakni fakta bahwa saya
itu ragu. Namun ketika saya ragu, saya berpikir; dan saat saya berpikir;
karenanya saya ada.(h.36)
Deskartes memandang tubuh manusia
sebagai mesin yang gerak geriknya dapat diprediksi; dalam hal ini
manusia sama dengan binatang. Tetapi pikiran adalah atribut khas manusia.
Pikiran adalah bebas dan dapat menentukan tindakan tubuh. Deskartes percaya
kelenjar pineal sebagai titik temu antara pikiran dan tubuh. Pikiran dapat
menggeser-geser kelenjar itu dan karenanya membuka atau menutup lubang
(pori-pori) otak. Melalui pori-pori ini, “animal
spirits” mengalir melewati saluran kecil menuju otot, mengisi dan mengembangkan
otot sehingga menjadi tebal dan pendek, dan karenanya bisa menggerakkan
bagian-bagian tubuh yang terkait dengannya.
a.
Menjajaki Paradigma tokoh Neurofisiologi
1.
Donald Olding
Hebb
Donald Olding Hebb lahir tanggal
22 Juli 1904 di Chester, Nova Scotia. Kedua orang tuanya adalah dokter. Tahun
1925 Hebb meraih B.A. dari Dalhousie University dengan nilai minimal. Hebb
adalah salah satu periset dan teoritis dalam psikologi, nilai sarjananya, dalam
kasus ini, tidak mempresentasikan kecerdasannya. Setelah lulus, Hebb mengajar
di sekolah di desa tempat dia dibesarkan. Pada usia 23 tahun, dia membaca karya
Freud dan merasa bahwa ilmu psikologi masih perlu diperbaiki. Hebb melanjutkan
pendidikan Psikologinya di McGill University dengan satu tekad, yakni
mereformasi praktik pendidikan. Hergenhann dan Olson (2010 : 395)
Menurut Hebb, setiap lingkungan
yang kita alami akan menstimulusi pola neuron yang kompleks, yang dinamakan cell assembly (kumpulan sel). Misalnya,
saat kita melihat pensil, kita akan menggeser perhatian kita dari ujung atas
sampai ke ujung bawah. Saat perhatian kita bergerak, neuron-neuron yang berbeda
menjadi aktif. Saat semua neuron yang distimulus oleh aspek-aspek yang berbeda
dari pensil itu sudah terstimulasi, hasilnya adalah persepsi dan identifikasi
pensil.
Postulat neurofisiologis Hebb
(1949) mengemukakan mekanisme yang menyebabkan neuron yang terpisah menjadi
terhubung menjadi kumpulan sel yang stabil, dan yang menyebabkan kumpulan itu
diasosiasikan dengan kumpulan lainnya.
Menurut Hebb ada dua jenis
belajar. Yang pertama berkaitan dengan pembentukan kumpulan sel dan konsekuensi
fase secara gradual selama masa bayi dan kanak-kanak. Proses belajar awal ini
representasi neurologis atas objek dan lingkungannya. Semakin kompleks suatu
lingkungan, semakin banyak yang akan dipresentasikan dalam level neurologis.
Semakin banyak yang direpresentasikan dilevel neural, semakin besar kemampuan
anak untuk berpikir. Jenis belajar yang kedua adalah kelanjutan dari bentuk
pertama. Dimana proses ini adalah bentuk penataan ulang. Dengan kata lain setelah
blok bangunan terbentuk, blok itu dapat diatur kembali menjadi berbagai macam
bentuk. Proses belajar ditingkat selanjutnya adalah konseptual, cepat, dan
berwawasan. Hergenhann
dan Olson (2010 : 433)
3.
Teori
Evolusioner
a.
Gambaran
Dasar Teori Evolusioner
Teori evolusioner lebih menekankan
pada sejarah evolusi proses belajar organisme. Paradigma ini lebih berfokus
pada cara di mana proses evolusi mempersiapkan organisme untuk beberapa jenis
belajar tetapi membuat jenis belajar lain menjadi sulit atau mustahil.
Penerimaan teori evolusi oleh komunitas ilmiah
menandai pukulan telak terhadap ego manusia. Evolusi mengembalikan kontiunitas
antara manusia dan hewan lain yang telah diabaikan selama berabad-abad.
Kehadiran karya Darwin (1859-1958) On the
Origin of Species by Means of Natural Selection, yang mempopulerkan konsep natural selection (seleksi alam) sebagai
dasar dari perubahan tersebut. Hergenhann dan Olson dalam buku Theories of Learning menggambarkan Ciri esensial dari seleksi alam,
dan relevansinya bagi psikologi evolusioner, adalah
1. Ada variabilitas (variability)
natural di dalam suatu spesies. Variabilitas ini mungkin lebih banyak
diekspresikan dalam aktivitas visual di beberapa anggota suatu spesies, atau
dalam kekuatan fisik di beberapa anggota lainnya, atau dalam kecepatan belajar
di anggota lainnya lagi. Perbedaan-perbedaan individual ini membentuk blok
bangunan dasar dari proses evolusi dan merupakan unsur esensial dari evolusi.
2. Hanya beberapa perbedaan individual yang dapat di wariskan. Yakni, hanya
beberapa yang dapat diturunkan dari orang tua ke anak dan dari anak ke anaknya,
dan seterusnya. Variasi yang disebabkan oleh mutasi genetik atau oleh kejadian
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi anggota suatu spesies tidak akan
diturunkan ke keturunannya. Demikian pula variasi belajar dalam perilaku, entah
itu menguntungkan atau tidak, mungkin di transmisikan ke generasi berikutnya
melalui belajar, tetapi tidak dapat diwariskan.
3. Interaksi antara atribut organisme dengan tuntutan lingkungan tempat ia
tinggal akan memungkinkan terjadinya seleksi alam.
b. Jejak Paradigma tokoh Evolusioner
1.
Robert C. Bolles
Robert C. Bolles lahir di Sacramento, California,
tahun 1928. Bolles mendapat pendidikan di ruamah sampai berusia 12 tahun.
Bolles memperoleh gelar B.A. di Stanford University tahun 1948 dan meraih M.A
bidang matematika di stanford setahun kemudian. Pertemuan Bolles dengan Garcia
salah satu mahasiswa doktoral di University of California di Berkeley. Bersama
Garcia, Bolles mengikuti kuliah psikologi dibawah bimbingan Tolman. Setelah
merai gelar Ph.D tahun 1956, Bolles bertugas di University of Pennsylvania dan
kemudian ke Princeton University. Tahun 1959, dia pindah ke Hollins College, dan
tahun 1964 dia ke University Washington dan mengajar di sana sampai dia
meninggal pada tanggal 8 April 1994 karena serangan jantung. Hergenhann dan
Olson (2010 : 443)
Sepanjang kariernya Bolles menulis lebih dari 160 artikel riset dan tiga
buku teks yang berpengaruh, termasuk teks tentang teori belajar. Dia bekerja
sebagai editor Animal Learning and
Behavior tahun 1981 sampai 1984.
B. Analisis Teori Belajar
Pada
prinsipnya setiap teori yang dikemukakan oleh para ahli adalah benar dalam
bingkai-bingkai tertentu. Sementara implementasi yang dituntut saat ini adalah
kemampuan pengajar dalam menghargai pembelajar sebagai manusia yang bersifat
individual dan sosial. Kaitannya dengan analisis teori belajar dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
No
|
Teori Belajar
|
Konsep Dasar
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1
|
Fungsi Analistik Dominan
|
belajar dilakukan dengan langkah-langkah kecil yang
sistematis bukan langsung melompat ke pengertian mendalam
|
-
Menekankan pada kesiapan dasar dan mental pembelajar
-
Mendorong daya Ingatan
-
Materi-materi yang mengarah pada kaidah hukum yang
tetap
|
-
Belajar tidak dimediasi oleh ide
-
Semua mamalia (Manusia dan hewan lainnya) belajar
dengan cara yang sama
|
2
|
Asosianistik Dominan
|
Dalam belajar semakin sering suatu pengalaman
terjadi, semakin mudah pengalaman itu diingat atau dilakukan lagi
|
-
Belajar yang bersifat pengulangan dapat dilakukan
dalam pendekatan psikomotorik
|
-
Menafikan kemampuan imajinatif yang dapat mendorong kecepatan
daya ingatantanpa melalui proses perulangan
|
3
|
Kognitif
Dominan
|
Belajar adalah fenomena
kognitif. Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan problem
|
-
Belajar mampu mendorong kerja-kerja otak secara
spontan.
-
Struktur sel dalam otak adalah satu sistem yang sama
|
-
Mengabaikan atau meminimalkan pengaruh pengalaman
masa lalu
-
Tidak memperhatikan konsep gizi dalam hal konsumtif
|
4
|
Neurofisiologis
Dominan
|
Belajar membutuhkan
rekrutmen kumpulan sel dan konsekuensi fase yang diperlukan untuk memunculkan
perilaku motor atau kognitif
|
-
Penerimaan informasi melalui tahap-tahap sensorik
yang dikombinasi secara biologis
|
-
Mengabaikan kemampuan analisis yang dimiliki
pembelajar
|
5
|
Evolusioner
|
Perilaku manusia selalu
merupakan fungsi dari gen dan dan kultur
|
-
Kecerdasan adalah sifat genitas yang dimili manusia
-
Dominasi kultural yang harus dihindari
|
-
Mengabaikan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
oleh satu individu dapat meningkatkan pemahaman objek yang diulangi.
-
Akselarasi kultur yang berimplikasi pada tingkat
keragaman kultural
|
C . Implementasi Teori Belajar
Sebelum
memberikan gambaran teori apa dan bagaiman terjadinya proses yang dilaksanakan
dalam kegiatan Belajar Mengajar, sebaiknya saya memberikan gambaran singkat
tentang saya dan lingkungan yang saya hadapi.
Identitas :
Nama : Asyhari A. Usman,
S.Pd
Tempat
Mengajar : STKIP Kie Raha Ternate
Mata Kuliah : Ilmu Alamiah Dasar
Program Studi : Pendidikan Sejarah, Pendidikan
Geografi dan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar
Gambaran
Singkat :
Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kie Raha Ternate adalah salah satu Lembaga
Pendidikan Tinggi Keguruan di Provinsi Maluku Utara dan berpusat di Wilayah
Selatan Pulau Ternate. Secara kultural masyarakat di sekitar kampus STKIP
adalah masyakat yang masih memegang teguh budaya khas Ternate yang sudah barang
tentu ikut mempengaruhi paradigma berfikir mahasiswa, dimana mahasiswa STKIP
Kieraha sendiri 82% hidup ditengah-tengah masyarakat setempat. Daya jangkaun
pusat informasi teknoligi juga menjadi perhatian serius saat ini. Selain itu
keterbatasan pengetahuan mahasiswa tentang pemanfaatan teknologi informasi juga
sangat terbatas.
Mahasiswa
STKIP Kie Raha Ternate sendiri merupakan mahasiswa yang memiliki latar belakang
ekonomi yang berada pada standar menengah kebawah. Selain itu latar pendidikan
sebelum mengenyam pendidikan di perguruan tinggi 72% berada didaerah kabupaten
di wilayah Maluku Utara, yang mana sekolah-sekolah tersebut juga masih memiliki
berbagai kekurangan. Salah satu kekurangan yang cukup menonjol adalah lemahnya
informasi tehnologi dan kekurangan kesediaan fasilitas belajar yang lainnya.
Dari
pendekatan sikologi, kehadiran mahasiswa dari daerah pra-perkotaan (kabupaten
Baru) menuju kewilayah perkotaan juga memberikan dampak tersendi. Hal ini yang
sring disebut evoria sikologi dari mutasi wilayah. Keterbatasan yang dimiliki
sebelumnya mendorong suatu dunia baru yang harus menjadikan mahasiswa untuk
berseteruh dengan kondisi kultural masyakat disatu sisi dan dunia informasi
pendidikan di sisi yang lain.
Gambaran
Matakuliah
Matakuliah Ilmu
Alamiah Dasar yang diajarkan di STKIP Kie Raha Ternate, dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Pendahuluan
a . Manusia dan
Keunikannya
b . Kuriositas
atau Rasa Ingin Tahu
c . Perkembangan
Alam Pikiran Manusia
d . Prosedur Ilmiah
e . Filsafat Ilmu
Alamiah
2. Materi dan
Energi
a . Atom dan
Molekul
b . Energi
3. Tata Surya
dan Alam Semesta
a . Teori Asal
Usul Tata Surya
b . Susunan Tata
Surya
c . Bagian-bagian
Tata Surya
d . Arah Baru
dalam Penelitian Matahari
4. Asal Mula
Kehidupan Manusia dan Perkembangannya
a . Asal Mula
Kehidupan
b . Ciri-ciri
Makhluk Hidup
c . Sel sebagai
Unit Kehidupan
d . Evolusi
Kehidupan
5. Manusia dan
Lingkungannya
a . Ilmu
Lingkungan
b . Pengaruh
Manusia dalam Lingkungan
c . Peranan dan
Dampak Ilmu Alamiah dan Teknologi
Mencermati
latar belakang mahasiswa dan lingkungan akademik di STKIP Kie Raha Ternate,
seiring dengan muatan materi yang ada, penerapan teori belajar yang sudah
digambarkan diatas, tidak harus memilih salah satunya untuk dijadikan para
meter. Secara defakto selama pelaksanaan perkuliahan, tanpa disadari teori
Behafioristik sangat memberi pengaruh yang cukup besar, mengingat latar
belakang mahasiswa tidak harus dipaksakan untuk memiliki literatur yang banyak.
Jika itupun diharuskan benturan ekonomi mahasiswa juga mempengaruhi dan dapat
menyebabkan komplikasi psikologis mahasiswa yang berujung pada putusnya studi
mahasiswa. Sementara tuntutan dunia akademik yang mengharuskan pada penguatan
pengetahuan dan kemampuan ilmiah mendorong pengajar (Dosen), harus melakukan
kegiatan secara profesional dan proporsional juga menjadi sebuah hambatan yang
mendasar, hal ini dipengaruhi oleh kurangnya fasilitas yang menjadi pendukung
utama perkuliahan Ilmu Alamiah dasar.
Kesimpulan
1.
Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan
2. Teori-teori belajar dapat dikelompokkan menjadi lima
teori belajat; 1). Teori-Teori Fungsionalistik Dominan, 2) Teori-Teori Asosiasionistik
Dominan, 3) Teori-Teori Kognitif Dominan, 4) Teori Neurofisiologis Dominan, dan 5)
Teori Evolusioner
3.
Paradigma teori fungsianalitik adalah mencerminkan pengaruh dari
Darwinisme, karena ia menekankan pada hubungan antara belajar dengan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Tokoh yang paling dikenal dalam teori
fungsionalistik adalah Thorndike yang merumuskan teorinya tentang kaidah efek
4.
Salah satu prinsip penting dari asosiasi adalah hukum frekuensi, yang
menjadi fokus riset Ebbinghaus. Hukum frekwensi menyatakan bahwa semakin sering
suatu pengalaman terjadi, semakin mudah pengalaman itu diingat atau dilakukan
lagi. Dengan kata lain memori mendapat kekuatan melalui repetisi
5.
Penekanan utama dari teori kognitif adalah sifat
kognitif dari belajar. Paradigma kognitif berasal dari Plato dan sampai
sekarang melalui Deskartes, Kant dan para psikologi fakultas. Pada dasarnya
teori kognitif dominan adalah implementasi teori belajar dari aliran Gestalt.
6.
Belajar menurut Gestalt adalah fenomena kognitif. Organisme mulai
melihat solusi setelah memikirkan problem.
7.
Gestalt adalah kata Jerman yang berarti Pola atau konfigurasi. Aliran
ini berpendapat bahwa kita mengalami dunia secara menyeluruh dan bermakna. Kita
tidak melihat stimulus yang terpisah-pisah namun stimulus itu dikelompokkan
bersama (diorganisasikan) ke dalam satu konfigurasi yang bermakna. Perhatian
utama psikologi Gestalt adalah pada fenome perseptual.
8.
Teori neurofisiologi berusaha mengisolasi korelasi
neorofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikiran dan
kecerdasan. Paradigma ini merepresentasikan manifestasi rangkaian penelitian
yang diawali dengan pemisahan tubuh dan pikiran oleh Deskartes. Tetapi tujuan
neurofisiologis saat ini adalah manyatukan kembali proses fisiologis dan mental
9.
Teori evolusioner lebih menekankan pada sejarah
evolusi proses belajar organisme
10.
Hergenhann dan Olson
dalam buku Theories of Learning
menggambarkan Ciri esensial dari seleksi alam, dan relevansinya bagi psikologi
evolusioner, adalah
a.
Ada variabilitas (variability)
natural di dalam suatu spesies. Variabilitas ini mungkin lebih banyak
diekspresikan dalam aktivitas visual di beberapa anggota suatu spesies, atau
dalam kekuatan fisik di beberapa anggota lainnya, atau dalam kecepatan belajar
di anggota lainnya lagi. Perbedaan-perbedaan individual ini membentuk blok
bangunan dasar dari proses evolusi dan merupakan unsur esensial dari evolusi.
b.
Hanya beberapa perbedaan individual yang dapat di wariskan. Yakni, hanya
beberapa yang dapat diturunkan dari orang tua ke anak dan dari anak ke anaknya,
dan seterusnya. Variasi yang disebabkan oleh mutasi genetik atau oleh kejadian
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi anggota suatu spesies tidak akan
diturunkan ke keturunannya. Demikian pula variasi belajar dalam perilaku, entah
itu menguntungkan atau tidak, mungkin di transmisikan ke generasi berikutnya
melalui belajar, tetapi tidak dapat diwariskan.
Interaksi antara atribut
organisme dengan tuntutan lingkungan tempat ia tinggal akan memungkinkan
terjadinya seleksi alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi Abu dan M. Umar,
Psikologi Umum Edisi Revisi, Bina
Ilmu Surabaya, 2004
Hergenhahn B.R. dan Olson H. Matthew;
Theories of Learning (Teori Belajar) Edisi Ketujuh yang diterjemahkan oleh Tri
Wibowo B.S. Kencana Jakarta2010,
Hamalik Oemar, Proses Belajar
Mengajar, Cetakan ke dua belas, Bumi
Aksara Jakarta 2011
Rusman, Model-Model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru, Rajawali Pers Bandung, 2010
Slavin E. Robert; Psikologi
Pendidikan Teori dan Praktek. Edisi
Kedelapan yang diterjemahkan oleh Samosir Marianto, Indeks Jakarta, 2008
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algesindo Bandung, 2002
Usman, dkk,
Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya, Bandung 1993
Uyoh Sadulloh; Pengantar
Filsafat Pendidikan; Alfabeta Bandung, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar