Jumat, 29 Juni 2012

MENELUSURI PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT ILMU

Oleh :
Asyhari A. Usman


A.    Latar Belakang
Perkembangan ilmu berawal dari para filsuf yang mendiami wilayah pantai dan pulau-pulau Mediterania Timur, diakhir abad ke-6 dan ke-5 SM. Para filsuf pada jaman itu hanya dapat dikenal melalui kutipan-kutipan singkat yang dibuat oleh para pengarang yang hidup belakangan, mungkin setelah ratusan tahun, hal ini dapat dilihat dari salah satu ungkapan yang disampaikan oleh Thales “ Semuanya adalah Air” R. Ravertz Jerome dalam buku Filsafat Ilmu yang diterjemahkan oleh Saut Pasaribun (2009 : 7), Masyhur Thales yang dikenal sebagai filsuf tertua mengucapkan “Semuanya adalah air,” yang diikuti dengan cuplikan “dan dunia penuh dengan dewa-dewa”.  Pola pemikiran ini juga pada akhirnya mengalami pergeseran dari pola pikir yang bergantung pada dewa-dewa berubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio, seiring dengan perjalanan waktu dan berbegai sebab-sebab yang dialami oleh manusia pada saat itu.
Perubahan pola pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalahnya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksplorasi. Perubahan yang sangat mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik dialam jagad raya (makro kosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Dari penelitian alam jagad raya bermunculan ilmu astronomi, kosmologi, fisika, kimia, dan sebagainya sedangkan dari manusia dari manusia muncul ilmu biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya (Amsal 2010 : XII).
1
Pada penghujung abad ke-5 SM. Penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argumen yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences); yang baru muncul bersama Aristoteles. Selain itu, walaupun filsafat ini tumbuh subur dikalangan elit yang hidup di zaman yang dinamai zaman emas ketika Perikles memerintah Athena, namun akal sehat (common Sense) pada jaman itu masih bersifat mistis dan magis, yang dapat dilihat dari daftar keahlian yang ditulis dalam Dunia Prometheus karya Aeschylus. Di masa-masa sulit di penghujung abad ke-5 SM, kecurigaan terhadap ketakberagaman di kalangan para filsuf menguat dan hal itu tersirat dalam penghukuman terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Sokrates dalam Awan-Awan karya Aristophanes (Ravertz  2009 : 9).
Penelusuran perkembangan filsafat ilmu, sama artinya dengan membicarakan sejarah perkembangan filsafat ilmu itu sendiri. Kadang-kadang tampak kontradiktif. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor oleh para subjek, karena subjek pembahasan yang dipahami sebagai manusia yang berperasaan. Walaupun demikian, pengertian sjarah perkembangan itu harus diperluas agar mengikuti irama perkembangan yang berdasarkan pada kondisi yang dialami, baik secara geografis maupun kondisi sosial kultural yang ada.
Selain itu perubahan diukur bukan hanya dalam kaitannya dengan perubahan dalam kurun waktu yang lebih panjang yang selalu terjadi tanpa pemikiran individu. Oleh karena itu, sejarah dalam kurun waktu yang panjang (langue duree) adalah sejarah tentang perubahan struktural secara mendasar, tetapi ini hanya bisa diketahui dalam terang pola yang menjadi wahana untuk menyadari perubahan-perubahan tersebut.
Ravertz dalam bukunya Filsafat Ilmu yang diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, menegaskan bahwa kesadaran yang terjadi dewasa ini tentang adanya masalah-masalah moral yang serius didalam ilmu, mengenai kekerasan-kekerasan eksternal dan paksaan-paksaan pada pengembangannya, dan mengenai bahaya-bahaya dalam perubahan teknologi yang tak terkendali, menantang para sejarawan untuk melakukan penilaian kembali secara kritis terhadap keyakinan awal yang sederhana ini. Ia juga menambahkan bahwa sejarawan segera menyadari bahwa gagasan ilmu yang diperoleh selama dalam pendidikannya hanyalah salah satu dari sekian gagasan, dan itu merupakan prodak dari konteks-konteks yang bersifat sementara.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa satu sisi ilmu berkembang dengan pesat, di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu itu karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari ilmu. Berbagai kekhawatiran ini diklaim atas munculnya berbagai fenomena yang didasari pada fondasi modernisasi dan perkembangan informasi teknologi. Dorangan atas perubahan tersebut juga merupakan taggung jawab manusia sebagai subjek dari perubahan itu sendiri.
John Naisbitt (dalam Bakhtiar Amsal) mengatakan bahwa era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang ditandai dengan beberapa indikator, yaitu: (1) Masyarakat lebihmenyukai penyelesaian masalah secara kilat, dari masalah agama sampai masalah gizi. (2) masyarakat takut dan sekaligus memuja teknologi. (3) Masyarak mengaburkan perbedaan antara yang nyata dan yang semu. (4) Masyarakat menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar. (5) Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan. (6) Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.
Dengan demikian perkembangan dunia informasi disatu sisi dan globalisasi disisi yang lain, tentu sadar atau tidak, suka ataupun tidak, akan membawa implikasi dan dampak   pada tatanan nilai, moral dan etika. Nilai, moral dan etika yang telah dicampakkan dalam perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan pada erah moderen yang menjadikan kita sangat kuwatir akan kehidupan moral dan etikan manusia saat ini.

PEMBAHASAN
 A.    Ilmu dalam Peradaban Zaman Kuno dan Abad Pertengahan
1.      Ilmu dalam peradaban Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi dewa bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Bakhtiar Amsal (2010 : 21)
Satu tradisi yang sangat penting terjadi, yakni aliran Pythagorean secara eksplisit menjadi bersifat religius. Pendiri aliran ini, berusaha menemukan kunci bagi harmoni universal, baik yang bersifat alamiah maupun sosial, dan personalitas bilangan, yang dilihat sebagai susunan titik-titik yang terbentuk, adalah bukti yang penting. Filsuf Eleatis yang muncul agak belakangan, Zeno dan Parmenides, menggunakan suatu analisis konseptual yang canggih untuk menyokong posisi filosofis yang menyatakan kesatuan eksistensi yang tak berubah. Ravertz R. Jerome (2009 : 8).
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales (624-546 SM) dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Sebagai contoh ucapan massyur Thales “Semuanya adalah air dan dunia penuh dengan dewa-dewa”. Setelah Thales Anaximandros (610-540 SM), ia menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya.

Selain Thales, Anaximandros, dan Heraklitos juga dikenal filosof-filosof Yunani yang terbesar sperti;  Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-­komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Pada penghujung abad ke-15 SM. Penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argumen yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences); yang baru muncul bersama Aristoteles. Aristoteles adalah guru Alexander Agung (Kaisar Yunani) yang mana pada masanya mengantarkan Yunani mengalami perkembangan Budaya yang sangat pesat. Kota-kota besar menjadi tempat persaingan para sarjana dan teks-teks klasik, dan beberapa di antara mereka mendirikan pusat-pusat belajar seperti Museum yang terdapat dikota-kota terencana Alexandria.
Pada zaman Helenistik (± 323 – 40 SM) perkembangan para flsuf tidak seperti pada zaman sebelumnya, namun pada zaman ini menghasilkan beberapa matematikawan yang besar (Euklides, Archimedes, dan Apollonius) dan para astronom (Hipparkhus). Studi-studi di bidang ilmu kedokteran dan fisiologi juga berkembang , dan selama periode ini Alkimia Eropa yang berasal dari alkimia yang dikembangkan oleh alkemisi Mesir, mencoba merasionalisasi perubahan kimiawi dengan teori-teori Aristoteles. Ravertz R. Jerome (2009 : 8).
     2.      Perkembangan Ilmu Zaman Islam
 
Kebudayaan Islam paling relevan bagi ilmu Eropa. Bukan sekedar karena dekatnya antara Islam dengan Judaisme dan Kekristenan, melainkan juga karena adanya kontak kultural yang aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan. Kontak antara Islam dan Eropa Latin sebagian besar berlangsung melalui spanyol, dimana orang-orang Kristen dan Yahudi dapat bertindak sebagai perantara dan penerjemah. Ravertz R. Jerome (2009 : 21)
Pandangan filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles sangat berpengaruh pada mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab eklektisisme. Al-Farabi, dalam hal ini, memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi tujuan mereka adalah kebenaran. Bakhtiar Amsal (2010 : 35)
              Dalam sejarah Islam kita mengenal nama-nama seperti Al-Mansur, Al-Ma’mun dan Harun Al-Rasyid yang memberikan perhatian yang teramat besar bagi perkembangan ilmu di dunia Islam. Baik pada masa Al-Mansur maupun masa Harun Al-Rasyid ( 786 –809 )upaya penerjemahan buku-buku kuno sangat pesat dilakukan hal ini dapat dilihat dari perintah Harun Al-Rasyid kepada Yuhanna ( Yahya ) Ibnu Masawayh ( 857 ) yang juga merupakan dokter istana untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Selain buku-buku kodekteran, juga terdapat buku-buku tentang astronomi, seperti Siddhanta; sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim al-Fajari (806). Bakhtiar Amsal (2010 : 35).
Selain tokoh-tokoh diatas, juga terdapat beberapa tokoh lainnya seperti:
a.      Al-Kindi (185 -252 H / 806-873 M)
Ia adalah Abu Yusuf bin Ishak, terkenal sebagai filosof arab: pernah menjadi Gubernur kufah pada pemerintahan al-Mahdi dan Harun Ar-rasyid .Dikalangan kaum muslimin , orang yang pertama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya adalah Al-kindi, ia membagi filsafat 3 bagian :(1)Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda (2) al-ilm-ur-riyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik, astronomi, dan musik, berhubungan dengan benda tapi punya wujud sendiri, dan yang tertinggi adalah (3) ilm ur-Rububiyyah (ilmu ketuhanan)/ tidak berhubungan dengan benda sama sekali. Ahmad hanafi yang dikutip dalam Liza (2006 : 26)
b.    Ibnu Sina 340 H/980 M
Ibnu Sina, yang di Eropa lebih dikenal dengan nama Avicenna. Filsuf yang memiliki nama lengkap Abu Ali Al Hosain Ibn Abdullah Ibn Sina, dilahirkan pada tahun 340 H/980 M di Afsyana, suatu tempat di daerah Bukhara. Di tempat itulah ia menghafal Al­Qur’an dan mempelajari ilmu-ilmu agama serta astronomi sampai memasuki tahun kesepuluh dari kehidupannya. Ilmu kedokteran ia kuasai sebelum usianya mencapai 16 tahun. Sebelum mempelajari ilmu kedokteran, ia pun mempelajari matematika, fisika, logika, dan ilmu metafisika. 
Karakteristik yang paling mendasar dari pemikiran Ibnu Sina adalah pencapaian definisi dengan metode pemisahan dan pembedaan konsep secara tegas dan keras sehingga mampu mengusik temperamen modern. Ia mengemukakan secara berulang-ulang pada setiap kesempatan tentang pembuktian pemikirannya dalam hal dualisme tubuh dan akal, doktrin universal, serta teori tentang esensi dan eksistensi.
Keaslian pemikiran Ibnu Sina rupanya bukan saja menghadirkan keunikan sekaligus kekaguman dunia Islam abad pertengahan. Orde dominikian, bahkan masa Teolog Barat memperoleh pengaruh kuat dari pemikirannya. Perumusan kembali Teologi Katolik Roma yang digagas Albert Yang Agung dan terutama oleh Thomas Aquinas secara mendasar dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Sina. Selain itu, penerjemah De Anima, Gundisalvus menulis De Anima yang sebagian besar isinya merupakan pengambilan besar-besaran doktrin-doktrin Ibnu Sina. Demikian juga para filsuf dan ilmuwan abad pertengahan seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon yang menginternalisasi sebagaian besar pemikiran Ibnu Sina.
Kesibukan Ibnu Sina sebagai filsuf, dokter, sekaligus menteri pada pemerintahan Syamsuddaulah di Hamadzan tidak menghalanginya untuk menghadirkan karya-karya monumentalnya. Asy-Syifa adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina. Di dalamnya diulas secara mendalam tentang logika, fisika, matematika, dan metafisika ketuhanan. Naskah-naskahnya telah tersebar di perpustakaan Barat dan Timur. An-Najat adalah nama yang ia berikan untuk buku yang meringkas kajian-kajian yang dipaparkan Asy-Syifa. Buku diterbitkan di Roma pada tahun 1593 serta di Mesir tahun 1331.
Bagian metafisika dan fisika pernah dicetak dengan cetakan batu di Taheran. Pada tahun 1951 pemerintah Mesir dan Arab membentuk panitia penyunting ensiklopedi Asy-Syifa di Kairo yang sebagian besar telah diterbitkan. Pasal keenam dari bagian fisika yang merupakan landasan pembentukan psikologi modern diterbitkan lembaga keilmuan Cekoslovakia di Praha yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Bagian logika telah diterbitkan Kairo pada tahun 1954 dengan nama Al Burhan.
Di bidang kedokteran, ia melahirkan kitab Al Qonun yang disebut orang-orang Barat sebagai Canon of Medicine. Al Qonun sempat menjadi referensi  utama di universitas­universitas Eropa sampai abad ke-17. Al Qonun juga pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M dan di India pada tahun 1323 M. Buku terakhir yang paling baik menurut para filsuf dunia adalah Al Isyarat wat-Tanbihat yang pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892. Terakhir, buku ini diterbitkan di Kairo pada tahun 1947.
Di tengah kesungguhan meramu pemikiran filsafat Islam yang unik di antara berbagai kesibukannya, Ibnu Sina jatuh sakit, dan pada akhirnya di usia yang ke-57 beliau wafat di Hamadzan pada tahun 428 H/1037 M. Ahmad hanafi yang dikutip dalam Liza (2006 : 26)
c.       Ibnu Rusydi (1126 M)
Abul al Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusydi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusydi atau Averrous, adalah ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh pada abad ke-12 dan beberapa abad berikutnya. Ia adalah seorang filosof yang telah berjasa mengintegrasikan Islam dengan tradisi pemikiran Yunani.
Ibnu Rusydi dilahirkan pada tahun 1126 M di Qurtubah (Cordoba) dari sebuah keluarga bangsawan terkemuka. Ayahnya adalah seorang ahli hukum yang cukup berpengaruh di Cordoba. Abad Ke 12 merupakan zaman keemasan perkembangan pengetahuan islam di bawah kekuasaan Dinasti Abasiah. Berpusat di Andalusia (spanyol) . Para penguasa muslim pada masa itu mendukung sekali perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan mereka sering memerintahkan para ilmuwan untuk menggali kembali warisan intelektual Yunani yang masih tersisa, sehingga nama-nama ilmuwan besar Yunani seperti Aristoteles, Plato, Phitagoras, ataupun Euclides dengan karya-karyanya masih tetap terpelihara sampai sekarang.
Selain sebagai seorang ahli filsafat, ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang kedokteran, sastra, logika, ilmu-ilmu pasti, di samping sangat menguasai pula pengetahuan keislaman, khususnya dalam tafsir Al Qur’an dan Hadits ataupun dalam bidang hukum dan fikih. Bahkan karya terbesarnya dalam bidang kedokteran, yaitu Al Kuliyat Fil-Tibb atau (Hal-Hal yang Umum tentang Ilmu Pengobatan) telah menjadi rujukan utama dalam bidang kedokteran.
Hal terpenting dari kiprah Ibnu Rusydi dalam bidang ilmu pengetahuan adalah usahanya untuk menerjemahkan dan melengkapi karya-karya pemikir Yunani, terutama karya Aristoteles dan Plato, yang mempunyai pengaruh selama berabad-abad lamanya. Antara tahun 1169-1195, Ibnu Rusydi menulis satu segi komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti De Organon, De Anima, Phiysica, Metaphisica, De Partibus Animalia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan Nichomachean Ethick. Semua komentarnya tergabung dalam sebuah versi Latin melengkapi karya Aristoteles. Komentar-komentarnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan tradisi intelektual. Analisanya telah mampu menghadirkan secara lengkap pemikiran Aristoteles. Ia pun melengkapi telaahnya dengan menggunanakan komentar-komentar klasik dari Themisius, Alexander of Aphiordisius, al Farabi dengan Falasifah-nya, dan komentar Ibnu Sina. Komentarnya terhadap percobaan Aristoteles mengenai ilmu-ilmu alam, memperlihatkan kemampuan luar biasa dalam menghasilkan sebuah observasi.
d.      Al Ghazali
Filsafat menurutnya dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian :
1.      Aritmetik, geometri yang sah dan dibolehkan
2.      Logika yang merupakan bagian dari teologi
3.      Ketuhanan yang mendiskusikan zat dan sifat-sifat ilahi, yang juga merupakan teologi
4.      Fisika yang bisa dibagi dalam 2 bagian: pertama yang terlibat dalam diskusi-diskusi yang bertentangan dengan syariah dan dengan demikian bahkan tak dapat dianggap sebagai ilmu , bagian lain mendiskusikan sifat-sifat tubuh, bagian 2 mirip dengan ilmu kedokteran , meskipun yang kedua lebih baik dari yang pertama, bagian fisika ini kurang berguna, sedang ilmu kedokteran sangat bermanfaat.
Selanjutnya Al-Ghazali membahas ilmu yang wajib kifayah (sesuatu yang wajib atas keseluruhan masyarakat selama kewajiban memenuhi kebutuhan sosial tersebut masih ada, tetapi setelah kewajiban itu telah dilaksanakan oleh sejumlah individu otomatis yang lain terbebas dari kewajiban itu. Beliau mengklasifikasikan ilmu kepada ”ilmu agama ” dan ”ilmu non agama” (ulum syar’i), beliau maksudkan kelompok ilmu yang di ajarkan lewat ajaran-ajaran Nabi dan wahyu, sedangkan yang lain adalah kelompok non agama. Ilmu non agama juga diklasifikasikan kepada yang terpuji (mahmud) ,dibolehkan (mubah) dan tercela (madzmum)
Al-Ghazali memasukkan sejarah ke dalam kategori ilmu-ilmu mubah, sihir kategori ilmu yang tercela, ilmu terpuji yang penting didalam kehidupan sehari-hari termasuk wajib kifayah, lebih dari itu hanya memberi manfaat tambahan kepada mereka yang mempelajarinya, ilmu tentang obat, matematika, kerajinan yang diperlukan oleh masyarakat, ada dalam kategori fardhu kifayah , Penyelidikan dalam kedokteran atau matematika dimasukan pada ketegori bermanfaat untuk orang yang mempelajarinya, tanpa keharusan mempelajarinya.
1.      Ilmu Dalam Peradaban Romawi
     Menjelang berakhirnya periode pra-Kristen, kekaisaran Romawi mencapai dominasi atas seluruh dunia Mediterania. Romawi memunculkan paradoks bagi para sejarawan ilmu. Peradaban ini begitu canggih dan nyata-nyata modern dalam politik dan personalitasnya, begitu gemar mempelajari disiplin hukum, sangat progresif dalam teknologi-teknologi perang negara dan kesehatan publik, dengan akses langsung kepada kumpulan karya-karya ilmu Yunani, namun gagal menghasilkan ilmuan seorang pun. Memang ada dua ilmuan yang sangat besar yang hidup selama pemerintahan Marcus Aurelius pada abad kedua masehi, namun keduanya adalah bangsa Yunani. Galen dari Pergamon, mensintesiskan dan memajukan studi kedokteran, anatomi dan fisiologi. Ptolameus dari Alexandria, membawa astronomi matematis yang mendekati kesempurnaan klasik dan juga mencoba membawa pendekatan matematis dan ilmiah menuju ilmu sosial empiris yang paling awal, serta prediksi astrologis. Di satu sisi, orang Romawi sendiri menganggap ilmu sebagai hal yang cocok hanya untuk spekulasi yang bersifat sementara ( casual speculatif ). Di sisi lain, ilmu dianggap cocok hanya untuk teknik-teknik praktis.  Jerome ( 2009 : 14 )
Ada dua aliran terkemuka pada masa Romawi, yakni Stosisme dan Epikureanisme dan amanat yang ditawarkan keduanya untuk menjadi manusia bijaksana, yaitu mengagungkan pengunduran diri ( resignation ) dan mengajarkan kebahagiaan. Walaupun demikian, aliran Epikureanisme mampu menghasilkan sebuah maha karya ilmu yang spekulatif, De rerum natura (Tentang Hakekat Benda-benda), karya Lukretius.  Jerome ( 2009 : 15 )
Amsal dalam bukunya Filsafat Ilmu, menuturkan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan di Roma yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu dikenal dengan masa Renaisans. Zaman dimana reformasi gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (± 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M)oleh Colombus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. 
Buku-buku yang dicetak di abad ke-16 (dalam salinan moderennya) memberikan suatu sumber bukti yang layak untuk suatu bangunan ilmu. Pada permulaan abad ini pengetahuan masih belum berkembang dan sangat tergantung kepada ringkasan-ringkasan kacau dari zaman kuno dan sumber-sumber berbahasa Arab. Menjelang pertengahan abad ini muncul berbagai karya yang mengungguli orang-orang terbaik dari para pendahulunya. Di bidang astronomi ada De revolutionibus (1543) karya Polish Nicholaus Copernikus, sebuah maha karya teknis dan juga suatu telaah revoluioner di bidang kosmologi. Di bidang anatomi, Andreas Vesalius seorang bangsa Belgia menciptakan pendekatan baru kepada penelitian anatomis dan mengajarkannya dalam buku De fabrica (1543). Di bidang matematika, Gerolamo Cardano, seorang bangsa Italia, mengembangkan Aljabar (memberikan solusi umum atas persamaan kubik) dalam karyanya Ars magna (1545). Jerome ( 2009 : 15 )
Selain Copernikus, Andreas Vesalius dan Gerolamo Cardano juga terdapat beberapa tokoh lainnya seperti, Tycho Brahe (1546-1601), Johannes Keplerr (1571-1630), Galileo (1546-1642), Napier (1550-1617), Desarque (1593-1662) serta tokoh-tokoh yang lainnya.
Ilmu di Zaman Revolusi
Menjelang abad ke-18, mulailah revolusi industri yang mentransformasikan Eropa dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkotaan; pada akhir abad inilah terjadi Revolusi Prancis, saat mana ide-ide politik moderen dipraktekkan untuk pertama kali. Aktivitas ilmu mengalami perubahan-perubahan yang serupa. Pada masa ini pula fondasi-fondasi sosial dan kelembagaan menantikan matangnya ilmu di abad ke-19. 
Salah satu tokoh yang cukup spektakuler dan oleh penulis buku 100 tokoh berpengaruh dunia menempatkan dia pada posisi ke-2 sesudah Nabi Muhammad, yakni Newton. Newton merupakan seorang pimpinan tempat pembuatan uang loga di kerajaan Inggris, ia tetap menekuni dalam bidang ilmu. Lahirnya teori grafitas, perhitungan kalkulus dan optika merupakan karya besar Newton. Teori grafitasi Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari ada yang saling tarik menarik. Persangkaan tersebut kemudian dijadikan Newton sebagai titik tolak untuk spekulasi dan perhitungan-perhitungan. Selain gravitasi newton juga menelusuri bidang Calkulus dan Optika. Amsal (2010 : 58)
Sebagaimana dalam revolusi Prancis, pada waktu yang sama, Filsafat Alam (Naturphilosophie) tumbuh subur di Jerman. Para penggemarnya, dipandu oleh penyair Goethe dan filsuf Schelling, mencela kekeringan dan ke-takberperasaannya ilmu matematis dan eksperimental tradisi Newtonia. Di inggris, pengaruh-pengaruh Naturphilosophie sebagian besar terlihat dengan jelas pada penyair-penyair Romantik. Pada akhirnya Naturphilosophie menjadi suatu pemikiran ortodoksi melalui para profesor universitas. Para pendiri ilmu eksperimental di Jerman pada tahun 1830-an dan 1840-an merasa jalannya dirintangi oleh mereka dan terjadilah pertarungan-pertarungan sengit. Walaupun para ilmuan menang, namun selama beberapa generasi mereka selalu dihantui oleh hantu Naturphilosophie, dan mereka bereaksi dengan mengekang semua tendensi-tendensi spekulatif yang paling keras, memperkuat sifat kering dan gaya tak manusiawi ilmu yang dipandang oleh para penyair dengan perasaan jijik. Jerome ( 2009 : 58-60 ).

Perdebatan Filsafat dari Strukturalisme samapi Postmodernitas
Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak keseluruhan  filsafat modern itu mengambil warna pemikiran filsafat sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Dan paham-paham yang merupakan pecahan dari aliran itu. Untuk memberikan fokus bahasan pada sub pokok ini saya mencoba untuk melakukan pendekatan beberapa tokoh pemikir filsafat strukturalisme dan Postmodernitas.
a.      Biografi singkat filsuf Strukturalisme Awal
1)      Gaston Bachelard
Gaston Bachelard seorang ahli epistimologi, ahli filsafat, dan teoritis tentang imajinasi. Gaston Bachelard dilahirkan pada tahun 1884 di Bar-sur-Aube Prancis. Meninggal di Paris pada tahun 1962. Gaston Bachelard mengawali karirnya di Jawatan Pos (1903-1913), kemudian menjadi seorang guru besar fisika di College de Bar-sur-Aube dari tahun 1903. Pada usia 35 tahun Gaston Bachelard melanjutkan studinya dalam bidang filsafat dan berhasil memperoleh agregation pada tahun 1922 dan pada tahun 1928 ia menerbitkan tesis doktoralnya Essai sur la connaaisance approchee (Esai tentang Pengetahuan Pendekatan) yang dipertahankan pada tahun 1927 dan tesis pelengkapnya yang berjudul Etude sur l’evaluation d’un probleme physique, La propagation thermique dans le solides (Telaah Evolusi suatu masalah dalam Fisika : Hantaran Panas dalam Bednda Padat), dengan kemampuan yang dimilikinya, Gaston Bachelard akhirnya diberi tugas untuk menangani masalah sejarah filsafat ilmu di Sorbonne sampai tahun 1954.
2)      Mikhail Bakhtin
      Mikhail Bakhtin lahir pada bulan November 1895 dan ia belajar tentang sastra klasik dan filologi di Universitas Petrograd pada tahun 1918. Karena alasan-alasan yang bersifat politis Ia menjadi profesor di sekolah Guru Negeri di daerah Mordovia pada tahun (1936-1961). Tahun 1960-an, Bakhtian sudah menjadi seorang tokoh pujaan Rusia, karyanya tentang Dostoyeveski yang dibuat pada tahun 1929 ditemukannya kembali dan bukunya tentang Rabelais_ pada awalnya dibuat sebagai tesis doktor pada tahun 1940-an untuk pertama kali diterbitkan di Uni Soviet pada tahun 1965. Tahun 1970-an Bakhtin mengerjakan sejumlah proyek salah satunya tentang landasan filosofis dari ilmu-ilmu humaniora yang tidak terselesaikan sampai Ia meninggal pada bulan Maret 1975
3)      Jean Cavailles
Jean Cavailles lahir pada tahun 1903. Pada tahun 1927 Jean Cavailles berhasil menyelesaikan Agregation  dalam bidang filsafat dan pada tahun 1929 Ia menghadiri kuliah-kuliah  Husserl tentang Deskartes di Universitas Sorbonne. Pada tahun 1930-an Jean Cavailles berkesempatan belajar pada sejumlah universitas di Jerman, termasuk di Universitas Freiburg dan bertemu dengan Husserl pada tahun 1931. Setelah mengajar pada sebuah Lycee di Amiens. Cavailles di angkat menjadi dosen mata kuliah logika dan filsafat umum di fakultas sastra Universitas Starsbourg. Di tempat inilah ia menyelesaikan tesis Doktornya dalam bidang matematika tentang metode aksiomatik dan formalisme, dengan tesis minor tentang teori himpunan. Pada tahun 1939 Cavailles diikutsertakan dalam mobilisasi pertaman sebagai perwira corps france (pasukan nonreguler) dan kemudian sebagai perwira sandi. Saat ditangkap pada bulan Juni 1940. Tahun 1942, Cavailles di tangkap polisi Prancis karena ikut terlibat sebagai pendiri Resistance, Liberation –sud dan kemudian dimasukkan kedalam tahanan. Selama masa tahanan di Perancis Selatan, Cavailles menulis karya Sur la logikue yang kemudian menjadi karya filosofis utamanya
1)     Sigmund Freud
      Freud lahir pada tahun 1856 di Freiburg. Ketika Freud berusia 4 tahun, keluarganya pindah ke Wina tempat Freud hidup dan bekerja sampai tahun 1938, sampai saat ia melarikan diri ke Inggris setelah terjadinya Anschluss. Pada tahun 1881 Freud mendapatkan gelar doktornya dari universitas Wina, dan pada tahun 1885 memenangkan beasiswa untuk melanjutkan studi di Paris. Disana Freud belajar dibawah pengawasan Jean Martin Charcot di Salpetriere. Setelah Freud kembali ke-Wina pada tahun 1886, ia membuka praktek sebagai dokter, dan akhirnya ia meninggal di London pada tahun 1939. Salah satu karya Freud adalah The Interpretation of Dreams yang mengulas tentang analisis diri. 
  


 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar